Acara tersebut akan dilaksanakan pada 28 – 29 November 2015 di Candi Bentar, Taman Mini Indonesia Indah. Selain menampilkan tarian masing-masing peserta, Temu Zapin Nusantara 2015 juga akan menggelar sarasehan dan workshop bagi peserta dari berbagai daerah itu.
Berdasarkan kesepakatan tim narasumber Temu Zapin Nusantara yang terdiri dari Tom Ibnur, Rizaldi Siagian, Maria Darmaningsih, Eri Mefry, serta Sulistyo S. Tirtokusumo, bentuk pergelaran dan konsep tarian ini disuguhkan sebagai khasanah Zapin dari berbagai daerah, baik untuk tarian tradisi maupun Zapin garapan atau kreasi baru.
Panitia sepakat, jika ada dan memungkinkan, diharapkan tiap grup bisa menampilkan sumber tarian yang otentik sebagai pijakan karya yang dibuat menjadi satu kesatuan dengan tari garapan yang mereka persembahkan. Pijakan karya tersebut dapat dimunculkan baik di awal maupun di tengah tarian.
"Zapin saat ini telah memberi kontribusi terhadap karya baru dunia tari di Indonesia. Walau pengaruh itu hanya pada gerak atau musiknya saja, tapi cukup punya pengaruh," ujar Tom Ibnur, yang juga dikenal sebagai penata tari.
Menurutnya, Zapin telah lama berkembang di Indonesia, terutama di wilayah- wilayah tersebarnya suku Melayu. Tarian ini berkembang dengan sangat bagus di Indonesia sehingga Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak tari Zapin.
"Tari ini dikenal sebagai tari pergaulan, jadi pada saat tampil nanti tidak akan ada jarak antara penampil dan penonton. Ini supaya rasa pergaulan itu bisa betul-betul muncul. Untuk itu, juga bisa dijadikan sarana pergaulan yang dapat tumbuh dan saling mengikat secara emosi antara pulau dan provinsi di Indonesia," kata Tom.
Barat hingga timur
Zapin merupakan salah satu dari pada berbagai jenis tarian Melayu yang masih ada hingga sekarang. Tarian ini berasal dari kosa kata Arab, yaitu "Zaffan", yang berarti penari dan "Al-Zafn" atau gerak kaki.
Tarian tersebut diilhamkan oleh peranakan Arab dan diketahui berasal dari Yaman. Setelah dibawa oleh para pedagang Arab pada awal abad ke-16, tarian ini kemudian merebak ke negeri-negeri di sekitar Johor, mulai Riau, Singapura, Sarawak hingga Brunei Darusalam.
Adapun Zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya Islam sejak abad ke-13 masehi. Kesenian ini lalu berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Tak heran, hingga sekarang tarian ini bisa ditemukan hampir di seluruh pesisir Nusantara, mulai pesisir timur Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau. Jambi, Sumatera Selatan, hingga Selatan Jawa.
Bahkan, Zapin masih bisa ditemukan di Mataram, Sumbawa, Maumere, serta seluruh pesisir Kalimantan, Sulawesi Selatan, Brunei Darussalam, Malaysia, dan hingga ke Singapura.
Di Nusantara Zapin dikenal dalam dua jenis. Pertama adalah yaitu Zapin Arab, yang mengalami perubahan secara lamban dan masih dipertahankan oleh masyarakat turunan Arab.
Jenis kedua adalah Zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli tari lokal dan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Jika Zapin Arab hanya dikenal dalam satu gaya, maka Zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya.
Tak hanya itu. Sebutan untuk tarian tersebut juga tergantung dari bahasa atau dialek lokal tempat Zapin itu tumbuh dan berkembang. Sebutan Zapin umumnya dijumpai di kawasan Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, orang menyebutnya "Satu" yang diambil dari huruf arab; Alif.
Adapun Julukan Bedana terdapat di Lampung, sedangkan di Jawa umumnya disebut Zafin. Masyarakat Kalimantan sendiri cenderung memberi nama tarian ini dengan Jepin, sedangkan di Sulawesi Selatan disebut Jippeng.
Lalu, jika di Sulawesi Tenggara disebut Balumpa, di Maluku lebih akrab disebut dengan nama Jepen. Sementara itu, di Nusa Tenggara tarian ini dikenal dengan julukan Dana-dani. Jadi, berangkat dari keberagaman itu Zapin begitu tumbuh subur di Indonesia hingga saat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.