Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammad Farid dan "Sayur untuk Uang Sekolah"

Kompas.com - 25/11/2015, 19:57 WIB

Usianya masih muda, 34 tahun. Tapi pada 2005 dia mampu mendirikan SD dan SMP Alam di bawah Yayasan Banyuwangi Islamic School di lahan seluas 3.000 meter persegi. Ada 70 siswa belajar di sana.

Muhammad Farid, pria itu, menjabat Kepada Sekolah SMP Alam. Pengelolaan SD dia serahkan pada sahabatnya, Suyanto Khoiru Ichwan.

Sekolahnya unik. Tak ada ruang kelas dan bangku. Farid hanya membangun aula, sebuah musala, sebuah langgar alias musala kecil, serta satu sanggar. Sisanya saung-saung kayu sederhana.

Para siswa bebas belajar di mana saja. Seragamnya hanya satu stel untuk Senin dan Selasa. Selebihnya pakaian bebas. Siswa tak harus memakai sepatu, kalau memang tak punya.

Mayoritas para murid dari keluarga kurang mampu sehingga mereka boleh membayar sekolah dengan sayur-mayur. Kalau memang terpaksa boleh sekolah gratis.

Soal kualitas boleh diadu. Dengan kurikulum gabungan modern dan pondok pesantren salafiyah, para siswa bisa menguasai Bahasa Arab dan menghapal Al Quran, Bahasa Inggris, Jepang, serta Mandarin.

Inggris menjadi bahasa pengantar di sekolah. Sepekan sekali mereka melakukan kegiatan out-bound di halaman sekolah. "Untuk membangun karakter kepemimpinan," kata Farid.

Farid mendirikan sekolah dengan kurikulum kreatif karena suntuk dengan metode-metode usang di sekolah-sekolah umum. Dia jenuh dengan manajemen sekolah yang mahal dan kaku.

Dia pernah menjadi guru agama di Madrasah Ibtidaiyah Jenesari (2001), SMP Merdeka (2002), SMP 2 Kalibaru (2003), dan SMP Unggulan (2004).

Bukan perkara mudah mendirikan sekolah berkualitas untuk anak-anak kurang mampu. Dari pintu ke pintu Farid dan Suyanto mencari murid dan dana.

Syukurlah, seorang donatur menyumbangkan 3.000 meter persegi tanahnya untuk sekolah di belakang perumahan Villa Alam Asri, Dusun Jenesari, Desa Genteng Kulon, Banyuwangi, Jawa Timur.

Farid tak surut langkah meskipun izin pendirian sekolah sangat lambat turun. "Gara-gara konsep pendidikan kami dinilai aneh," katanya.

Sarjana Hukum Hukum Islam dari Sekolah Tinggi Agama Islam Ibrahimy Sukorejo, Situbondo ini tinggal di Desa Janesari.

Bagi kawan-kawan dekatnya, Farid unggul dalam konsep tapi lemah dalam implementasi. Gagasan brilian selalu pupus karena pelaksanaannya mentah.

Itu sebabnya, kehadiran Suyanto, sang sahabat, sangat penting menambal kekurangan Farid. Dua karib itu saling melengkapi dan memberi warna bagi sekolah alam Islamic School, Banyuwangi.

Muhammad Farid adalah penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2010. Tulisan ini ditayangkan kembali atas seizin Astra Internasional dalam rangka Hari Guru 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com