Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti: Keputusan Pemerintah Ikut MEA adalah Tindakan Gegabah

Kompas.com - 12/02/2016, 12:44 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Secara resmi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimulai pada 2016 ini. Namun, tak semua pihak menyatakan sepakat dengan keterlibatan Indonesia di dalamnya.

Hal itu seperti dipaparkan peneliti senior Mazhab Djaeng for Multicultural Studies and Social Science Malang, Hasbullah Halil. Halil mengatakan, keputusan pemerintah melibatkan Indonesia dalam persaingan MEA adalah keputusan yang gegabah. Pasalnya, sejauh ini, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi persaingan global itu.

"Dengan berlakunya MEA, maka masyarakat kecil akan semakin tertindas, tenaga kerja Indonesia akan tergantikan oleh tenaga kerja asing yang notabane sudah dipersiapkan secara kemampuan sejak lama. Apabila hal ini dibiarkan, maka kemiskinan di Indonesia akan meningkat," kata Halil, Jumat (12/2/2016).

Menurut Halil, dengan pemberlakuan MEA, pemerintah mau tidak mau akan membangun infrastruktur pendukungnya. Hanya, infrastruktur tersebut akan lebih banyak dinikmati oleh pengusaha, terutama pengusaha dari negara lain. Sementara itu, kaum pribumi menengah ke bawah hanya menjadi penonton dan tidak berdaya karena minim kemampuan.

Karena itu, Halil menyatakan, MEA hanya akan membawa dampak buruk bagi Indonesia. Hegemoni kapitalis global akan semakin merajalela, sementara eksploitasi sumber daya alam juga akan semakin memberikan keuntungan besar bagi pihak asing.

"Sementara itu, rakyat Indonesia hanya akan menerima efek buruknya. Makin banyak pembangunan infrastruktur, akan semakin banyak lahan produktif yang akan digantikan dengan bangunan berupa jalan tol, pelabuhan, hotel, apartemen, dan bangunan beton lainnya," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Riset dan Advokasi Mazhab Djaeng, Anhar Putra Iswanto, memberikan pandangan berbeda mengenai MEA. Menurut dia, MEA tidak boleh dilihat secara pesimistis, tetapi optimistis.‎ Indonesia sudah telanjur masuk ke dalam sistem itu sehingga tidak mungkin keluar dengan tangan kosong atau tanpa risiko.

"Jalan satu-satunya adalah harus dihadapi. Segala kelemahan yang kita miliki sekarang ini harus diubah agar menjadi kekuatan," ujar Anhar.

Karenanya, Anhar melanjutkan, hal utama yang harus dilakukan saat ini adalah meningkatkan kualitas, kemampuan, dan daya saing. Masyarakat dan pemerintah harus bersinergi, bukan malah berkonflik.

Anhar menilai, sejauh ini pemerintah kurang mempersiapkan kemampuan masyarakatnya. Akibatnya, sikap pesimistis itu selalu menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia.

"Untuk itu, yang harus kita lakukan sekarang adalah mendorong pemerintah supaya memberikan pelatihan-pelatihan khusus dalam berbagai bidang. Harus diperkuat juga kualitas pendidikannya supaya kita punya SDM berkualitas dan siap bersaing dengan manusia dari negara lain," kata Anhar.

Anhar sendiri mengaku optimistis, Indonesia siap menghadapi MEA, meskipun belum sepenuhnya siap bersaing dengan bangsa lain. Anhar mengingatkan lemahnya SDM sehingga tenaga kerja asing mendominasi pangsa kerja di Indonesia.

"MEA itu peluang kita membuka lapangan kerja dan padat karya supaya makin luas, meningkatkan daya saing internasional, dan memaksimalkan potensi manusia Indonesia. Lebih dari itu, kita bisa menjaga membangun hubungan baik dengan negara lain," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com