Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mawar Berwarna Sesuai Tren, Cara Khofifah Bicara Sinergi Lintas Keilmuan

Kompas.com - 27/03/2016, 21:06 WIB
Reza Pahlevi

Penulis

JOMBANG, KOMPAS.com - Menghadapi tantangan global yang kian ketat, antara lain dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN, sumber daya manusia (SDM) merupakan kata kuncinya. Sinergi lintas keilmuan pun menjadi kebutuhan mutlak untuk menaikkan daya saing SDM nasional.

"Harus ada korelasi antar-ilmu untuk menghadapi persaingan tersebut," ujar Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, saat berpidato di depan para peserta wisuda Universitas Darul Ulum Jombang, Jawa Timur, Minggu (27/3/2016). 

Sinergi dari korelasi antar-ilmu, lanjut Khofifah, akan melahirkan keselarasan dalam penerapannya. Dia memberikan contoh, untuk bertani perlu ilmu bercocok tanam. Namun, lanjut dia, pemasaran hasil tani itu akan butuh ilmu ekonomi.

Khofifah lalu bercerita tentang salah satu studi bandingnya ke China. Di sana, kata dia, para petani sudah bisa menghasilkan bunga mawar yang memiliki warna sesuai tren. "Memang benar peribahasa (bahwa) kita harus belajar sampai negeri China," ujar dia.

Menurut Khofifah, para petani China itu sengaja membuat warna bunga mengikuti tren dengan tujuan menyasar pasar ekspor. Di situ, tegas dia, butuh sinergi antara ilmu pertanian dan teknologi untuk menghasilkan warna bunga itu.

Dengan menguasai ilmu ekonomi—dan mendapat dukungan dari pemerintahnya—para petani China memasarkan mawar dengan warna ngetren tersebut ke Eropa. Belum cukup, ungkap dia, para petani ini juga bisa memperkirakan kapan bunga mereka bakal mekar.

Pentingnya sinergi

Penguasaan teknologi kembali punya peran dalam perdagangan bunga itu, kata Khofifah, untuk pembungkusan bunga agar tetap segar setiba di Eropa. Para petani bunga di China itu, tegas dia, terbukti tak cuma bisa menanam, memetik dan menjual, tetapi juga menguasai teknologi pengemasan.

"Bayangkan, itu saya (Khofifah) lihat enam belas tahun yang lalu," kata Khofifah.

Waktu berlalu, ujar Khofifah, dia belum juga menemukan hal serupa terjadi di Indonesia. Justru, kata dia, kemampuan produksi pertanian petani Indonesia sekarang dilewati petani Vietnam. 
 
"Vietnam bisa memproduksi beras lima kali lipat dalam setahun dari indonesia," imbuh Khofifah.
 
Dari kisahnya ini, Khofifah menitipkan harap kepada para wisudawan untuk bisa membangun sinergi antar-keilmuan.  "Kalian (wisudawan) harus bisa bersinergi, (misalnya) antara ilmu pertanian, ilmu teknologi, dan ilmu ekonomi," tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com