Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meretas ”Bullying”

Kompas.com - 20/07/2016, 16:59 WIB

Pelatihan jurnalistik

Seorang kepala SMA di Jakarta mengatakan, bullying terkait kejujuran anak ataupun orangtua. Bullying tidak akan terhenti apabila anak dan orangtua takut melaporkan secara jujur.

Ranah jurnalistik adalah lingkungan kejujuran. Seorang jurnalis harus jujur terhadap fakta dan terhadap nuraninya. Dua kejujuran terhubung melalui keterampilan berempati. Dengan empati, jurnalis mendekati fakta.

Salah satu kekhususan jurnalistik adalah tiga sisi yang dimiliki. Ia tidak hanya mendekati fakta, meliput, dan menelitinya, tetapi juga mengolah dan menuliskannya untuk kebaikan umum (bonum commune).

Dibutuhkan kemampuan memberi makna dan membangun empati kepada orang lain di luar dirinya demi kebaikan orang lain (masyarakat) itu, bukan kepentingan diri ataupun perusahaannya.

Saat meliput, seorang jurnalis dengan empatinya menjumpai who, what, when dan where. Di sini, ia berhadapan dengan kejujuran fakta.

Ketika mengolah fakta dan menulis (untuk bonum commune orang lain), ia berhadapan dengan why, how, so what, dan what next. Di sini dituntut kemampuan memberi makna.

Pada dasarnya, kerja jurnalistik seperti itu adalah perwujudan praktik pengembangan tiga kemampuan anak (kontak emosional, sharing, dan komunikasi antarsubyek) yang merupakan batu loncatan menjadi makhluk sosial.

Dari sisi ini, praktik jurnalistik—bentuknya pelatihan jurnalistik dengan terjun ke lapangan—dapat menjadi alternatif untuk meretasbullying.

Pengalaman puluhan pelatihan jurnalistik untuk siswa memperlihatkan bahwa empati sosial dan kejujuran para siswa terasah saat mereka meliput ke lapangan, melihat dan merasakan dunia nyata yang sangat berbeda dengan dunia mereka.

Saat mengolah bahan secara bersama dan menuliskannya secara pribadi, mereka dihadapkan pada perspektif hidup yang sedang mereka gumuli dan belum jadi. Perjuangan ini menjadi sebuah kerja keras karena dibatasi oleh deadline.

Dalam seluruh proses tersebut, ternyata para murid merasakan ada kuasa yang beyond kehidupan mereka.

Tanpa disadari terbangun religiositas. Bukankah ini dasar bangunan hidup tanpa bullying?

H Witdarmono, Wartawan, Pendiri Yayasan Berani Bhakti Bangsa untuk Aktivitas Literasi dan Media Anak

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Meretas ”Bullying”".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com