Dalam sebuah diskusi di suatu sesi training kami mendiskusikan suatu kasus sederhana. Sekelompok karyawan merencanakan acara kumpul keluarga. Segala sesuatu sudah disiapkan. Tempat tujuan, bis untuk angkutan, makanan untuk bekal, semua sudah dipesan.
Suatu pagi mereka berkumpul, siap untuk berangkat. Di akhir cerita, mereka terpaksa harus bubar jalan. Acara dibatalkan.
Apa pasal? Bis yang hendak dipakai tidak datang. Setelah diselidiki, ternyata pihak agen tempat mereka memesan bis ternyata tidak pernah memesan ke perusahaan bis. Mereka menipu.
Dalam situasi itu kita sangat mudah jatuh ke sudut pandang korban. Begitulah para peserta training tadi. “Kami ditipu, artinya kami korban, dong.”
Saya jawab,”Kalau masih ngotot merasa diri sebagai korban, saya harus katakan bahwa kalian adalah korban kebodohan kalian sendiri.”
Kami kemudian melakukan diagnosa lebih detil terhadap kasus itu. Dari diagnosa itu ternyata mereka baru sadar bahwa mereka sama sekali tidak paham soal seluk beluk penyewaan bis wisata.
Mereka mengira agen adalah pemilik bis. Padahal bukan. Agen itu hanyalah pemasar. Mereka menerima pesanan, dan mereka harus memesan bis kepada perusahaan pemilik bis.
Panitia acara tadi, karena tidak tahu, menggantungkan segala urusan bis kepada agen. Mereka membayar sewa saat memesan, sekedar menerima bukti pembayaran dari agen. Mereka tidak melakukan konfirmasi, dengan meminta bukti pemesanan bis dari agen ke perusahaan pemilik bis.
Begitulah. Banyak rencana kita yang gagal karena salah dalam perencanaan. Kita merasa semua sudah direncanakan dengan baik, padahal tidak.
Masalah utamanya, kita tidak tahu soal hal yang kita rencanakan. Ini adalah kesalahan paling fundamental dalam perencanaan.
Kesalahan kedua adalah percaya. Ada bagian vital pada rencana kita yang dioperasikan pihak luar, dan kita tidak mengontrolnya. Kita percaya saja bahwa mereka akan melakukan tugasnya dengan baik.
Ada begitu banyak kegagalan jenis ini. Pihak luar yang diberi pekerjaan tidak melaksanakan, rencana kita gagal total.
Parahnya, kita tidak mengambil pelajaran. Karena menurut kita yang salah adalah pihak luar, bukan kita.
Cara kerja seperti ini persis sama dengan Anda memakai rompi bom, dan menyerahkan pemicunya ke tangan orang lain. Dia bisa meledakkan Anda kapan saja.
Ingat, kita adalah yang punya rencana. Kita harus memastikan setiap komponen dalam rencana kita kendalinya ada di tangan kita.