Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Memaafkan...

Kompas.com - 24/03/2017, 07:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Adalah Robby Sugara, aktor film terkenal tahun 1980-an, bercerita dengan jujur bahwa ia telah meninggalkan istri dan anak-anaknya selama 14 tahun.

Semasa sukses sebagai aktor film layar lebar, Robby bersenang-senang hidup bersama wanita lain. Adapun istri dan anak-anaknya yang masih kecil disia-siakan begitu saja tanpa diberi biaya sama sekali.

Tetapi luar biasanya, anak-anaknya begitu rajin berdoa agar ayahnya kembali. Akhirnya benar-benar terjadi, 14 tahun kemudian Robby kembali ke rumah dengan kondisi miskin. Ketenaran dan kekayaan telah lenyap.

Anak-anaknya senang bukan main, manakala ayahnya kembali pulang. Akan tetapi, istrinya yang tersakiti sulit menerima kenyataan ini. Disia-siakan selama 14 tahun tanpa diberi nafkah bukan hal kecil

Namun, Robby benar-benar berjanji akan menjadi ayah dan suami yang baik. Akhirnya, dengan tulus dan ikhlas, istrinya menerima kembali kehadiran Robby di dalam keluarganya. Ia rela memaafkan dan mengampuni segala kesalahan suaminya dan bersedia membangun kembali keluarga yang bahagia.

***

Pengalaman hidup orang-orang di atas dapat diambil hikmahnya. Secara tidak langsung, mereka memberi teladan bagaimana cara memaafkan sekaligus mengampuni (forgiveness).

Memaafkan memang membutuhkan sikap altruistik, sikap yang mengabaikan hati nurani sendiri dengan mengutamakan orang lain.

Orang-orang di atas melakukan dengan "tulus", tidak ada anjuran, tekanan, atau ancaman. Mereka dalam posisi "memaafkan" sebagai fenomena sosial dan psikologis, bukan permintaan maaf (apology).

Menurut psikolog Anne Enright, memaafkan merupakan pengambilan keputusan dan membutuhkan komitmen, setidaknya mampu melupakan atau meninggalkan masa lalu, berusaha untuk melihat masa depan, dan memilih untuk pemaafan.

Adapun psikolog Michael McCullough mengatakan, alasan seseorang mampu memaafkan yaitu tidak ada motivasi untuk membalas dendam, tidak menghindari pelaku, niat berdamai dengan tulus, mampu memulihkan hubungan pelaku.

Lain halnya menurut psikolog Lewis B Smedes dalam bukunya yang berjudul Forgive and Forget: Healing the Hearts We Don’t Deserve.

Ia menyebutkan, ada empat hal tentang memaafkan. Pertama, sakit hati harus ditepis agar tidak menggerogoti hati dan pikiran.

Kedua, kebencian yang dipelihara dan dipupuk akan mengganggu pikiran. Ketiga, menyembuhkan diri sendiri, kemampuan berdamai dengan diri sendiri. Keempat, berkomunikasi lagi dengan pelaku yang menyakiti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com