"Biasanya kontrak dua atau tiga tahun dan itu memang biasa. Kami punya prosedur dan syarat untuk merekrut guru, seperti syarat punya sertifikat Cambrigde dan lain-lainnya. Kami tidak bisa seenaknya, tidak asal 'comot'," kata Chairman of the BOD Sinarmas World Academy (SWA) Suhendra Wiriadinata kepada Kompas.com, Rabu (1/6/2016).
Suhendra mengatakan hal itu untuk menanggapi pemberitaan Sinarmas World Academy Kembali Disorot, Mendikbud Didesak Bertindak pada Selasa (31/5/2016) kemarin. Dalam berita itu, Christovita Wiloto, salah satu orangtua murid, menyatakan aksi protes orangtua murid terkait kinerja SWA memang sudah sering terjadi.
Pada 2013 lalu, sempat terjadi demo besar yang memprotes sikap otoriter pihak pemilik sekolah yang memecat CEO Sinarmas World School, John McBryde. Padahal, para orangtua murid menilai McBryde merupakan kunci keberhasilan pendidikan di sekolah ini.
Terkait tudingan bahwa pihak SWA melakukan tindak kesewenang-wenangan hingga terjadi pemecatan guru tersebut, Suhendra menyatakan justru banyak hal yang malah terjadi sebaliknya.
"Tidak ada pemecatan kepala sekolah atau mengundurkan diri. Buktinya ada semua pada kami. Waktu itu orangtua murid datang bukan untuk berdemo, melainkan mempertanyakan organisasi sekolah dan itu bentuknya diskusi. Diskusinya juga berlangsung di sekolah dan kami mengambil keputusan cepat untuk menetapkan konsultan sebagai pendampingan untuk proses-proses transisi tenaga yang keluar," kata Suhendra.
Dia menambahkan, penggantian guru adalah hal biasa buat sekolah internasional seperti di SWA. Para tenaga pendidik tersebut bisa datang dari berbagai bangsa, tidak hanya Eropa atau Amerika, atau Australia saja. Untuk kebutuhan guru Matematika misalnya, pihaknya bisa mengambil dari India karena dinilai unggul di bidang Matematika.
Deddy Djaja Ria, Business Manager Sinarmas World Academy, menambahkan bahwa terkait guru yang keluar, sebetulnya karena memang kontraknya habis. Jika memang layak diperpanjang, hal itu juga bisa terjadi. Proses tersebut, lanjut dia, adalah hal biasa, termasuk juga dalam hal perpindahan murid.
"Misalnya, kalau ada orangtua khawatir dan ingin memindahkan anaknya ke sekolah lain, tentu tidak masalah. Kami tidak otoriter. Tetapi, kalau sampai ada 200 anak murid itu keluar, ya tidak juga dan tidak pernah ada di sini. Kalau ada 200 murid keluar, kenapa anak yang bersangkutan tidak ikut keluar," ujar Deddy.
Tercatat di data pihak sekolah, menurut Deddy, anak-anak yang bersangkutan malah pernah aktif mengikuti kompetisi internasional sebagai delegasi SWA. Bahkan, dia menyebutkan, kedua anak Christovita Wiloto meraih prestasi.
"Mereka memenangi medali. Jadi, bagaimana bisa dikatakan kalau sekolah ini tidak berprestasi atau kualitasnya menurun. Itu dari mana?" katanya.
Selain mengikuti berbagai kompetisi internasional, lanjut Deddy, tiap tahun para siswa SWA selalu menjadi langganan kompetisi di Singapura. Itu belum termasuk yang di Amerika Serikat dan di kawasan Asia lainnya. Tahun ini SWA sudah mengumpulkan 109 medali.
Deddy mengatakan, sampai sejauh ini, pihak SWA tidak main-main menjalankan sistem pendidikan di sekolah tersebut. Menurut dia, permasalahan tenaga pendidik yang mengemuka pada 2013 lalu sudah selesai pada tahun itu juga.
"Tidak ada yang kami sembunyikan," kata Deddy.
Terkait berita ini, Sinarmas World Academy telah memberikan penjelasan bahwa sekolah tersebut selalu melakukan upaya maksimal dalam memfasilitasi peserta didiknya agar dapat menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya.
Sebagai bagian dari lembaga pendidikan di Indonesia, Sinarmas World Academy berkomitmen mengembangkan pendidikan dalam rangka menyiapkan generasi-generasi yang berkualitas yang siap menghadapi tantangan ke depan.
https://edukasi.kompas.com/read/2016/06/01/16270061/sinarmas-world-academy-kami-tidak-otoriter