TAIPEI, SABTU - Sekurangnya 17 juta warga Taiwan Sabtu (22/3) menggelar pemungutan suara untuk memilih presiden. Sekitar dua minggu lalu, kandidat oposisi Ma-Ying-jeou tampak siap menang dengan janji perubahan yang dilontarkannya terkait dengan hubungan dengan China, juga mengenai kerjasama pasar yang bakal dijalin dengan negara komunis ini.
Namun, kandidat partai yang sedang berkuasa Frank Hsieh mulai mendapatkan angin. Partainya menggunakan hari terakhir kampanye dengan menghembuskan isu dan memanas-manasi konstituennya atas tindakan China di Tibet.
Hsieh memperingatkan bahwa tindakan China dapat saja terjadi di Taiwan, yang memisah dengan China daratan para pertengahan perang sipil di tahun 1949. Beijing saat ini masih mempertimbangkan pulau Taiwan ini masih menjadi wilayah yang terpisah dan mengancam akan menyerang Taiwan bila menolah penyatuan.
"Jika Ma terpilih, masa depan Taiwan dalam bahaya," ujar Hsieh kepada khalayak yang sedang berkumpul melakukan reli di selatan Kota Chiayi. "Bagi China, menyerang Tibet atau Taiwan itu merupakan isu yang sama karena merupakan isu domestik China."
Namun Ma menuduh Hsieh telah mengeksploitasi Tibet untuk urusan politik, meski dirinya dia sendiri telah mengancam melakukan boikot atas Olimpiade musim panas yang bakal berlangsung di Beijing, bila situasi Tibet memburuk.
Dia juga menuduh partainya Hsieh, Partai Progresif Demokratik telah memprovokasi Beijing selama delapan tahun untuk menggunakan kekuatannya dan menjanjikan mempengaruhi Presiden Chen Shui-bian yang sedang berkuasa untuk mengubah keinginannya pisah dengan China.
"Kita tidak ingin memperkeruh keadaan di wilayah kita sendiri,"ujarnya "Kita ingin menjadi pembuat damai buka pembuat masalah."
Source : AP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.