Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LNG Energi Utama Minta Kontrak Gas Senoro Ditinjau Ulang

Kompas.com - 26/02/2009, 14:17 WIB

JAKARTA, KAMIS — PT LNG Energi Utama (LEU) mendesak agar kontrak Gas Sale Agreement (GSA) Senoro yang ditandatangani antara PT Donggi Senoro LNG (DSL) dan PT Pertamina EP serta kontrak GSA antara DSL dan PT Pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori ditinjau ulang.

Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari potensi kerugian negara dari kontrak penjualan gas yang ditandatangani pada 22 Januari 2009 tersebut. Demikian dikemukakan juru bicara LEU, Rikrik Rizkiyana, di Jakarta, Kamis (26/2). 

Menurut Rikrik, banyak hal yang tidak beres dalam penandatanganan kontrak gas tersebut. "Ketidakberesan dalam penandatangan kontrak GSA itu sudah dimulai sejak proses tender dilakukan. Kalau menyimak pernyataan sejumlah pejabat, seperti Kepala BP Migas, Dirut Pertamina atau pihak Medco mengenai harga jual gas Senoro, memang sangat rendah," kata Rikrik.

Ia mengklaim, penetapan harga gas itu sangat jauh di bawah harga yang pernah ditawarkan oleh PT LNG Energi Utama, ketika tender dilakukan. Bahkan, harga itu juga di bawah harga yang pernah ditawar oleh Mitsubishi Corporation sendiri di saat tender. Mitsubishi Corporation sendiri akhirnya menguasai 51 persen saham PT Donggi Senoro.

Karena itu, sebutnya, LEU mempertanyakan tidak adanya satu pihak pun yang meminta Mitsubishi Corporation sebagai pemegang saham mayoritas PT Donggi Senoro, untuk konsisten dengan harga yang pernah ditawarkan pada saat tender.

"Saat tender, kami memberikan harga yang jauh lebih baik untuk gas Senoro, yakni 4,89-6,89 dollar AS per mmbtu. Sedangkan MC hanya menawarkan harga di kisaran 4,01 dollar AS per mmbtu dengan asumsi harga minyak 35 dollar AS per barrel. Kami heran, LEU malah tersingkir,” kata Rikrik.

LEU mendesak pemerintah untuk terbuka mengenai harga gas Senoro, mengingat gas yang akan dijual tersebut adalah milik rakyat Indonesia. LEU juga mempertanyakan kesimpangsiuran penjelasan pemerintah, setelah harga gas Senoro diketahui publik.

"Menteri ESDM, Purnomo, mengatakan bahwa pemerintah tidak tahu-menahu soal harga yang tertuang di dalam GSA, dengan alasan bahwa negosiasi itu baru bersifat B to B. Padahal seharusnya pemerintah mengetahui harga tersebut, kalau GSA sudah ditandatangani,” tandas Rikrik.

Dalam kesempatan tersebut, LEU juga mengingatkan bahwa rencana PT Donggi Senoro mengekspor seluruh gas yang dihasilkannya ke Jepang, bertentangan dengan Undang-Undang Migas Tahun 2001. UU tersebut secara jelas mengatur bahwa setiap kontraktor harus memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) dengan memasok 25 persen produksi gasnya ke dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com