Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wong Ndeso" Melihat Krisis

Kompas.com - 10/03/2009, 09:37 WIB

Martini tersipu malu. Baru belakangan ini, pengusaha handicraft itu diperkenalkan dengan kemampuan internet yang mampu menembus belahan dunia untuk menjajakan hasil kerajinannya. Kini, internet pula yang mulai mengusik pikirannya tentang krisis keuangan global yang melanda dunia.

Masalah krisis keuangan global baru saja diketahui oleh perempuan yang tinggal di Desa Bangungcipto, Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, ini.

Dulu, sebelum internet diperkenalkan kepadanya, isu-isu dunia diperolehnya dari televisi atau, kalau sempat membeli, dari koran. ”Saya ini cuma wong ndeso. Kalau memang negara lain dibilang susah, ya paling cuma bisa dilihat dari turun atau tidaknya order dari luar negeri. Tapi, jangan salah, kata buyer di luar negeri, order turun karena perubahan musim,” kata Martini, beberapa waktu lalu.

Namun, Martini mengakui, krisis keuangan global semakin menjadi pembicaraan konsumen, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Padahal, bagi pelaku usaha kecil dan menengah ini, krisis keuangan global masih sulit dipahami.

Hal itu pun diakui Erlyn Eko, perajin batik etnik di Klaten, Jawa Tengah. Bagi Erlyn, pasar domestik sesungguhnya masih bisa dijadikan andalan asalkan produsen mau sedikit susah payah mencari selera pasar tanpa harus menghilangkan kekhasan produknya.

”Kalau dibilang uangnya krisis, kenapa konsumen masih ada saja yang meminati produk kita? Kalau kita bermain kualitas, ya pastilah harga jual juga bisa tambah tinggi,” ujar Erlyn.

Lain halnya dengan perajin furnitur, Oki Widayanto, Chief Executive Djawa, di Ngaglik, Sleman. Di era globalisasi yang menyebabkan pasar semakin terbuka, krisis keuangan global justru disikapi dengan management services.

Dengan modal teknologi software ciptaannya, Oki bukan sekadar menjual furnitur bernilai jual tinggi. Riwayat perjalanan dari kayu sampai menjadi furnitur perlu dijadikan poin penting yang bisa menjadi nilai tambah.

Bahkan, sebelum ada kesepakatan penjualan, Oki mampu memberikan desain dan risiko pengiriman produknya. ”Ke depan, kita tidak bisa cuma bicara kualitas, harga, fungsi, dan desain. Konsumen di luar negeri kini sudah bicara pilihan produk yang safety dan sustainability alias tidak merusak lingkungan,” papar Oki.

Bukan segalanya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com