Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar di Rumah, Kebun, Museum? Boleh, Kok! (1)

Kompas.com - 25/03/2009, 12:12 WIB

Homeschooling (HS) atau sekolah rumah merupakan alternatif pendidikan yang semakin diminati. Apa dan bagaimana persisnya?

Suatu hari, seorang ibu menghubungi Yayah Komariah, SPd (40), pendiri sekaligus Ketua Komunitas Sekolah Rumah Berkemas (Berbasis Keluarga dan Masyarakat). Si ibu menceritakan problem hidupnya, termasuk derita anaknya yang duduk di bangku SMA. "Anak saya tidak berani sekolah," katanya.

Rupanya, gara-gara masalah bisnis ayahnya, si anak jadi takut sekolah. "Bapaknya diancam lawan bisnisnya. Anak-istrinya juga diteror. Di sekolah, si anak tadi ditongkrongi. Jelas, si anak ketakutan," tutur Yayah mengisahkan kembali penuturan ibu tadi.

Belakangan, si anak berhenti sekolah. "Padahal sudah akan menghadapi UAN (Ujian Akhir Nasional). Bingunglah ibunya. Apalagi, nilainya selalu bagus. Akhirnya ia memutuskan ikut HS dan berhasil menamatkan SMA lewat ujian paket C."

Nyaman Belajar
Cerita yang diutarakan istri Margono ini, hanyalah sebagian kecil dari kisah para siswa yang bergabung di komunitas Berkemas. "Sekarang sudah ada 300 lebih siswa, mulai dari TK sampai SMA. Masalah yang mereka hadapi macam-macam. Ada yang semasa di sekolah formal jadi korban kekerasan teman-temannya, ada pula yang trauma dengan sikap gurunya."

Belakangan ini, lanjut Yayah, banyak juga anak berkebutuhan khusus yang jadi muridnya. Bahkan, "Ada siswa kelas 4 SD yang sangat pintar. Lebih pintar dari gurunya. Dia kecewa dan mogok sekolah karena jawabannya disalahkan gurunya, padahal jawaban dia betul. Anak itu tahu karena dia pernah membaca buku milik ibunya yang seorang dosen."

Begitulah, bila sekolah formal tidak lagi bisa menampung persoalan anak-anak, HS bisa dijadikan alternatif pilihan. "Lewat HS, si anak lebih merasa nyaman belajar."

Itu pula, alasan Yayah mendirikan Berkemas. "Saya prihatin pada anak-anak yang punya aneka masalah seperti tadi. Sebelumnya, sudah 10 tahun saya jadi guru SD dengan waktu mengajar dari pagi sampai sore. Selama mengajar, saya melihat, banyak sekolah yang hanya bagus aksesorinya. Maksudnya, sarana dan prasarana memang ditingkatkan, namun cara mengajar dan mendidiknya tidak meningkat. Hanya orang-orang tertentu yang mendapat pendidikan terbaik. Padahal, buat saya, siapa pun mestinya bisa mendapatkan yang terbaik," jelas Yayah.

Tahun 2004, Yayah mengundurkan diri dan mewujudkan impiannya memberi pendidikan pada siapa saja, tanpa kecuali. "Buat saya, tanpa gedung pun, kita bisa memulai pendidikan. Kelas tidak harus di dalam ruangan. Di mana saja, bisa, kok, belajar."

Berbekal pengalamannya ia meyakini, dari tahun ke tahun materi pelajaran sebenarnya ada benang merahnya. Hanya saja, tiap tahun buku pelajaran sekolah ganti terus. Itu sebabnya, "Untuk materi pelajaran, saya menggunakan buku pelajaran bekas. Saya pun memulai pendidikan di luar sekolah formal. Waktu itu, saya belum dengar istilah HS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com