Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembenahan Sistem Hukum

Kompas.com - 02/04/2009, 04:06 WIB

Padang, Kompas - Pakar hukum tata negara, Saldi Isra, menilai penting membenahi sistem hukum, desain konstitusi, serta kepartaian untuk menghasilkan pemerintahan yang solid dari proses pemilu yang berkualitas. Untuk itu, harus ada kemauan politik.

”Indonesia membutuhkan peraturan pemilu yang konsisten dan berlaku sedikitnya 4-5 kali pemilu. Peraturan pemilu itu harus didesain serius dan memakai kemauan politik yang baik. Berkaca dari peraturan zaman Belanda yang berlaku ratusan tahun, ada proses survei, penelitian, dan pengayaan oleh para pembuat peraturan sebelum dirumuskan menjadi norma,” ujar Saldi, Rabu (1/4), dalam diskusi di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.

Peraturan yang tidak mudah berubah ini memberikan kepastian hukum bagi peserta pemilu. Partai politik bisa mengambil ancang-ancang beberapa tahun sebelum pemilu digelar. Demikian pula peraturan bebas dari kepentingan yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Dalam sistem kepartaian, menurut Saldi, kecenderungan yang terjadi saat ini adalah partai yang muncul atas dasar kepentingan sesaat dan bukan atas dasar ideologi. Para calon anggota legislatif yang diajukan partai, misalnya, sebagian besar bukan orang yang lahir dari proses kaderisasi partai sehingga tidak menghayati tujuan partai.

Para caleg umumnya direkrut hanya sekadar mengisi daftar nama yang akan diajukan partai politik dalam pemilu. Caleg semacam ini, menurut Saldi, sangat rentan dipengaruhi oleh ideologi baru setelah duduk dalam kursi legislatif. Ideologi baru itu, antara lain ideologi uang.

Begitu pula dalam koalisi. Koalisi umumnya dilakukan partai demi menembus batas minimal perolehan kursi yang ditentukan undang-undang. Koalisi partai dalam aneka pilkada dan pemilu kelak juga selalu berubah.

Peraturan saat ini membuat persinggungan antara eksekutif dan legislatif sangat tinggi karena sejumlah kebijakan eksekutif harus disetujui legislatif, sementara partai pendukung pemerintah juga tidak selalu mendukung kebijakan pemerintah. Koalisi yang demikian terbentuk untuk keuntungan jangka pendek setiap parpol ketimbang memperjuangkan sesuatu terus-menerus.

Saldi menilai, akan ada tiga kali koalisi sepanjang Pemilu 2009. Koalisi pertama akan dibangun menuju pemilihan presiden putaran pertama. Koalisi berikutnya terbentuk menjelang pemilihan presiden putaran kedua. Presiden terpilih nanti juga akan menambah koalisi untuk menjaga pemerintahan agar tidak mudah tergoyang.

Koalisi

Dia menyarankan parpol mulai mempertimbangkan koalisi agar tidak seperti buah simalakama bagi presiden yang diusungnya.

”Bagaimanapun, ide dasar pembentukan koalisi harus dalam kerangka memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Kalau hanya dilandasi pada perhitungan memenuhi target memenangi pemilu, koalisi akan mengalami pecah kongsi sejak awal pembentukan pemerintahan,” ujar Saldi.

Saldi memaparkan, koalisi sejak awal harus menentukan calon presiden dan wakil presiden dengan memakai sejumlah pertimbangan, seperti perolehan hasil suara dalam pemilu legislatif. Pertimbangan lain untuk mengajukan kepala negara adalah popularitas calon.

Setelah calon kepala negara ditetapkan, pembagian jabatan menteri bisa dilakukan sejak awal.

Keputusan ini baik untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dari parpol pendukung pemerintahan.

Hanya saja, pilihan ini membawa konsekuensi yang besar, yakni hilangnya hak prerogatif presiden untuk memilih anggota kabinet, serta peluang ketidakcocokan presiden dengan para menteri. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com