Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai A dari Telur Asin

Kompas.com - 19/04/2009, 09:52 WIB

Susi Ivvaty dan Siwi Nurbiajanti

Jika pernah melewati jalan raya antarprovinsi di sepanjang pantai utara Jawa, Anda pasti akan disapa oleh telur asin begitu memasuki wilayah Kabupaten Brebes. Telur asin, yang mungkin mudah saja dibikin sendiri di rumah, menjadi berbeda jika diberi label ”Asli dari Brebes”.

Selain karena sudah dikenal, telur asin asli Brebes memang berbeda dalam hal rasa. Telur asin asli Brebes lebih gurih dan masir. Yang tidak percaya, bolehlah mencoba.

Telur asin Brebes dipanen dari bebek-bebek unggul yang diberi makanan berkualitas. Pemeliharaan bebek juga melalui proses penggembalaan, atau orang Brebes menyebutnya barah atau boro, sebelum dikandangkan.

Belakangan, tepatnya beberapa tahun terakhir, tidak hanya telur asin rebus saja yang ditawarkan. Ada telur asin panggang dan telur pindang, bisa asin ataupun tawar. Sebelumnya pernah ada juga telur bebek rasa pedas.

Telur bebek pangon masih menjadi unggulan, harganya pun lebih mahal. Telur pangon adalah telur asin rebus yang telurnya dihasilkan oleh bebek yang hanya diangon (digembalakan). Bebek-bebek ini mengambil makanan dari alam sehingga pakannya pun sangat variatif, mulai dari padi, biji-bijian, cacing, hingga serangga. Karena hidupnya di sawah, bebek pun bertelur di sawah, bukan di kandang. Telur pangon memiliki rasa lebih gurih dan enak. Jika diasinkan, bagian kuning telur terlihat masir dan berminyak.

Jika harga telur asin rebus Rp 2.000 per butir, telur asin panggang tentunya lebih mahal, Rp 2.200 per butir. Telur pangon? Rp 2.400 per butir.

Tidak ada data pasti berapa jumlah toko telur asin di Brebes, yang bertebaran antara lain di sepanjang pantura, Jalan Sultan Agung, seputar alun-alun, dan di warung-warung kecil di jalan-jalan lingkungan. Itu belum termasuk warung yang ada di kampung-kampung.

Merujuk buku Kabupaten Brebes dalam Angka Tahun 2007, produksi telur bebek yang tersebar di 17 kecamatan mencapai 46.723.733 butir. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 78.091.530 butir. Jika melihat begitu tingginya permintaan telur dari Brebes, termasuk yang dikirim ke Jakarta, jumlah itu tidaklah mencukupi. ”Tahun ini kami masih kekurangan delapan juta butir sehingga terpaksa beli dari luar Brebes, seperti Kroya atau Pemalang,” kata Ketua Forum Pengembangan Ekonomi Daerah Kabupaten Brebes Atmo Suwito Rasban.

Dari generasi ke generasi

Siapa yang pertama membikin telur asin? Tidak ada referensi pasti. Menurut Lina (58), pemilik Toko Telur Asin Lina Pandi, orang Tionghoalah yang mulanya mengawetkan telur dengan cara diasinkan. Karena ternyata bisa menghasilkan rasa yang berbeda dengan jika hanya direbus saja, telur asin pun terus diproduksi dan dibisniskan.

Pengamat budaya pantura, Atmo Tan Sidik, berpendapat sama. ”Memang orang Tionghoa yang pertama mencoba-coba membikin telur asin. Tujuan awal untuk pengawetan, lantas menjadi barang konsumsi,” terangnya.

Pemilik toko telur asin umumnya berbisnis secara turun-temurun. Lina, misalnya, adalah generasi keempat di dalam keluarganya yang berjualan telur asin. ”Dari telur saja bisa jadi bisnis. Anak saya yang kuliah di London School of Public Relation membuat skripsi tentang telur asin dan dapat nilai A,” paparnya.

Pemilik toko HTM, Komarudin (46), yang punya nama populer Udin Jaya, adalah penerus bisnis ibunya, Haji Taripah Mukmin. Almarhum Ny Taripah membuka toko telur asin sejak tahun 1982, mulanya hanya untuk mengisi waktu senggang dan membantu pekerjaan suami. Tak dinyana usahanya berkembang, padahal waktu itu sudah banyak toko telur asin di sepanjang Jalan P Diponegoro atau jalan pantura.

Udin kini bisa menjual 2.000 butir sehari. Pada hari libur atau Lebaran, permintaan telur bisa di atas 5.000 butir per hari. Toko Tjoa, yang berdiri sejak 1965, juga mampu menjual hingga di atas 5.000 butir pada saat hari libur.

Membatasi pasar

Seiring banyaknya toko telur asin, Lina memilih untuk membatasi pasar. Ini sebagai salah satu daya tawar yang membikin tokonya menjadi berbeda. Strateginya, Lina hanya menjual telur pangon seharga Rp 2.400 per butir. Jadi, jika mau membeli pangon, semestinya ya ke Lina Pandi. ”Saya memang hanya jual pangon. Kalau habis, saya bilang habis,” katanya.

Karena hanya menjual telur pangon, Lina menyetok telur dari banyak peternak. ”Satu peternak paling-paling bisa ngasih 50 butir. Susah nyari yang pangon,” katanya. Tidak takut dipalsu? ”Saya tahu betul membedakan telur pangon dan telur kandang. Kalau ada yang menipu, cukup sekali saya berbisnis dengan dia,” ungkapnya.

Jono (32), sopir truk yang biasa bolak-balik melintasi jalur pantura, adalah satu pelanggan setia Lina Pandi. ”Beli 20 aja,” kata sopir asal Kepanjen, Malang, Jawa Timur, ini saat mampir di Lina Pandi. Telur itu katanya titipan istri dan tetangganya.

Lain Lina, lain pula Muhammad Nurosidin (53), guru SMP 1 Wanasari, pemilik Toko Telur Asin Panggang Rosid. Ia dikenal karena hanya menjual telur asin panggang. Rosid adalah orang pertama yang menjual telur panggang pada tahun 2004. Ia memulai dengan menjajal memasukkan 10 telur ke dalam oven dan ternyata meledak. Ia menghabiskan sampai 300 butir telur sebelum akhirnya menemukan cara agar telur tidak meledak. Kelebihan telur panggang, kadar air lebih sedikit. Rasa, sudah pasti berbeda. Dalam sehari, Rosid bisa menjual sekitar 700 butir telur.

Rosid mendaftarkan telur panggang buatannya ke Badan POM Semarang pada tahun 2007 dan sedang dalam proses mendapatkan hak paten. Ironisnya, saat ini telur panggang sudah dijual di mana-mana.

Di era konsumsi ini, bahkan urusan jualan telur pun butuh pasar yang niche, yang begitu terbatas. Hidup telur asin!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com