Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk, Belajar ke "Amrik"!

Kompas.com - 29/04/2009, 08:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada November 2004, Konselor Penerangan dan Kebudayaan Amerika Serikat, Charles N Silver, pernah melayangkan tulisan ke Harian Kompas. Isinya, Pemerintah AS berharap jumlah pelajar Indonesia yang kuliah di sana semakin banyak.

Disadari, kehadiran mahasiswa asing akan memperkaya budaya dan intelektual kampus-kampus di AS sekaligus meningkatkan saling pengertian antara warga AS dan para pendatang.

Menurut Institute of International Education (IIE)—organisasi independen non-profit untuk pertukaran mahasiswa dan bermarkas di New York—jumlah mahasiswa asing di AS meningkat pesat, dari sekitar 34.000 (tahun 1954-1955) menjadi hampir 600.000 (2002-2003). Peningkatan jumlah mahasiswa ini juga disebabkan banyaknya lembaga pendidikan dan universitas bertaraf internasional di AS.

Untuk mendukung keinginan itu, AS berusaha mempermudah dan mempercepat proses pemberian visa belajar. Program baru Student and Exchange Visitor Information System (SEVIS) secara elektronik menghubungkan proses penerimaan mahasiswa di akademi dan universitas dengan kantor- kantor konsuler AS di seluruh dunia. Dengan demikian, kelancaran arus informasi untuk penerimaan mahasiswa terjamin.

Pihak Kedubes dan Konsulat AS juga mengatur agar semua proses pemohon visa pelajar bisa dipercepat dan segera diwawancara. Dengan cara ini, diharapkan para mahasiswa asing bisa tiba di AS tepat waktu.

Misi Hillary Clinton

Harapan bagus Charles N Silver itu sudah lima tahun berlalu. Namun, agaknya gaungnya kurang menggema. Kunjungan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton ke Indonesia beberapa waktu lalu, selain terkait masalah politik, juga ingin mendorong Indonesia lebih banyak berperan di bidang kesehatan, lingkungan, dan pendidikan.

Kini, jumlah mahasiswa Indonesia di AS sekitar 7.400 orang. Dalam lima tahun ke depan, Pemerintah AS berharap jumlah itu bisa dinaikkan dua kali lipat, menjadi sekitar 15.000 orang.

Pertanyaannya kini, mungkinkah harapan itu terwujud? Mungkinkah Pemerintah AS dan perwakilannya menangani sendiri?

Tidak mungkin. Mau tidak mau, kedubes dan konsulat harus memanfaatkan agen-agen pendidikan yang ada. Jumlah agen pendidikan itu tidak perlu banyak dan harus dipilih yang berkualitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com