Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Permohonan Uji UU BHP Disidang Bersamaan

Kompas.com - 30/04/2009, 20:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga permohononan pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan disidangkan bersamaan, Kamis (30/5). Perkara yang diujikan bersamaan itu ialah perkara nomor 11/PUU-VII/2009, 14/PUU-VII/2009, dan 21/PUU-VII/2009. Para pemohon ketiga perkara itu terdiri dari berbagai elemen masyarakat peduli pendidikan mulai dari mahasiswa, pengamat pendidikan, orangtua murid, dan serikat guru.

Dalam persidangan untuk mendengarkan keterangan pemerintah, DPR dan saksi/ahli dari pemohon tersebut hakim konstitusi mempertanyakan tujuan pemerintah menerbitkan UU BHP.

Hakim Konstitusi Harjono mengatakan, UU BHP telah mengubah paradigma besar dalam sistem pendidikan. "Apa yang pemerintah inginkan sebenarnya sehingga undang-undang itu dianggap layak terbit dengan pertaruhan besar tersebut? Apakah pemerintah ingin membuka seluas-luasnya akses pendidikan dan itu harus dengan BHP? atau ini hanya necessary evil dan tidak bisakah dihindari? Jika untuk mengatasi persoalan administrasi, mengapa sistem pendidikan secara kese luruhan dikorban?" ujarnya.      

Hakim Konstitusi Harjono berpendapat, pemerintah harus menjelaskan mengingat adanya kecurigaan yang dapat timbul bahwa perundang-undangan tersebut pekerjaan tangan atau utak-utik pemerintah karena adanya kekuasaan.

Hakim Achmad Sodiki juga meragukan UU BHP tersebut dapat mempercepat upaya memberikan akses pendidikan seadil-adilnya bagi masyarakat. "Jika ingin memperhatikan pemerataan keadilan seharusnya kebijakan berpihak kepada yang paling kurang diuntungkan agar pemerataan terjamin," ujarnya.

Pemerintah dalam hal ini Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, Dodi Nandika mengatakan, memahami keraguan dan kegamangan dalam masyarakat. "Semangat yang dibawa perundang-undangan ini masih sangat baru. Reformasinya struktural dan sistemik. Otonomi yang diberikan sangat besar dan menganggetkan. Otonomi itu tentu saja tidak dilepaskan begitu saja. Dalam perundangan ini ada tuntutan audit dan akuntabilitas," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau