Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Belum Membangun Karakter Bangsa

Kompas.com - 07/05/2009, 18:45 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Pendidikan saat ini tengah mengalami penyempitan makna. Sebab, pada praktiknya pendidikan masih terfokus membentuk pribadi cerdas individual semata. Padahal, idealnya pendidikan juga berkontribusi pada pembentukan karakter bangsa, hal yang menjadi identitas kolektif bangsa, dan bukan pribadi.

Otokritik tersebut diungkapkan oleh pengamat pendidikan yang juga rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Sunaryo Kartadinata, dalam "Seminar Nasional Peringatan Hari Pendidikan Nasional", Kamis (7/5) di Balai Pertemuan UPI. Hadir di acara tersebut para pakar pendidikan, pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta, serta mahasiswa.

Sunaryo mengatakan, di dalam sistem pendidikan nasional jelas tertuang bahwa tujuan pendidikan bukan sekadar membentuk siswa yang terampil dan cerdas. Siswa juga harus beriman, bertakwa, berakhlak mulia, mandiri, kreatif, supaya menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal ini diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan juga berfungsi membangun karakter, watak, serta kepribadian bangsa. "Hal itu harus dipahami di dalam praktiknya, jangan sampai pendidikan justru tercerabut dari akarnya," ucap Ketua Umum Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia itu.

Kondisi tersebut, tambah Sunaryo, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah di bidang pendidikan saat ini. Sebagai contoh, kebijakan tentang delapan standar pendidikan mulai dari standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik, hingga sarana dan prasarana.

Standar lulusan, misalnya, yang diuji hanya kelompok mata pelajaran tertentu, terutama eksakta. "Penekanan itu masih berat pada tujuan individual, belum kolektif untuk membentuk karakter yang beradab," ucapnya.

Mengutip hasil riset McCrae (2005), Sunaryo mengungkapkan, karakter, emosi, dan kemampuan komunikasi masyarakat Indonesia saat ini masih sejajar dengan negara-negara Afrika macam Nigeria, Ethiopia, atau Uganda.

"Pendidikan kita butuh terapi kultural," ucapnya. Sunaryo menambahkan, nilai-nilai etnografi yang mengakar dari budaya lokal, misalnya kerja keras, jujur, dan demokratis harus mulai mendapat tempat dalam pendidikan nasional.

Mata kuliah wajib

Di tempat yang sama, Wakil Rektor Bidang Akademik UPI yang juga penulis buku Etnopedagogig, Prof Chaedar Alwasilah, menambahkan, pendidikan selama ini seolah terbius dengan dogma, dalil-dalil, atau ajaran asing. "Padahal kita punya ajaran yang hebat dari Ki Hajar Dewantara," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com