Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikut "Ekskul" Dong, biar Tidak Mati Kutu!

Kompas.com - 07/05/2009, 19:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di usia menginjak remaja, banyak konsep kehidupan mulai dipahami oleh para siswa, mulai soal orangtua dan kehidupan keluarga, teman, budaya, belajar atau sekolah, bahkan tentang dirinya sendiri. Maka, ketika lingkungan sekitarnya tidak tanggap untuk mendukungnya dengan ajaran dan nilai-nilai moral yang kuat, pemahaman siswa tentang konsep kehidupan pun melemah.

Pendapat tersebut pernah dikatakan oleh Thomas J Martinek, seorang profesor dari University of North Carolina at Greensboro, Amerika Serikat. Menurutnya, masa remaja merupakan masa paling penting, tetapi sekaligus juga masa yang sangat sukar dilalui.

Ya, di usia mereka, para remaja mulai banyak menelan konsep kehidupan. Dari yang teringan hingga masalah paling berat, baik itu tentang keluarga dan orangtuanya, temannya, budaya yang dianutnya, sekolahnya, gaya belajarnya, serta mengenai dirinya sendiri.

Tak pelak, di saat lingkungan sekitarnya kurang mendukung dengan nilai-nilai moral yang kuat, pemahaman mereka tentang konsep-konsep kehidupan pun seketika melemah. Akibatnya, mereka seolah "tersesat", bagaikan "makhluk" yang tidak tentu arah melalui jalan hidupnya sendiri.

Sepuluh tahun lalu, saat menyadari kondisi tersebut, Martinek membuat Project Effort. Proyek tersebut didesainnya bak sebuah klub atau program ekstrakurikuler (after school program) bagi remaja-remaja yang "bermasalah" (at-risk students) dengan usia antara 11 sampai 18 tahun.

Dengan program tersebut, Martinek lalu membimbing para remaja "bermasalah"  itu untuk menghargai dirinya sendiri, memahami eksistensi mereka di antara orang lain, serta mendorong mereka untuk memedulikan dan menghargai sikap orang lain. Pada diri para remaja tersebut, Martinek pun menanamkan motivasi sehingga akhirnya mereka dapat menjadi manusia yang lebih baik.

Ternyata, Project Effort hanya sebuah proyek yang tampak biasa saja, tidak terlalu istimewa. Apa yang dilakukan oleh Martinek lewat proyek tersebut adalah proses pembelajaran yang melalui pendekatan olahraga.

Para remaja diajaknya bermain basket. Tetapi bukan sekadar bermain karena dengan permainan itulah Martinek mulai menanamkan benak remaja-remaja itu dengan pemahaman akan arti diri mereka bagi kelompoknya, kontribusi mereka terhadap tim, serta mengajari mereka bertanggung jawab sebagai bagian dari tim basket tersebut.

Riang, ringan, tanpa menggurui

Di mata Martinek, kegiatan ekstrakurikuler bukan sekadar tempat menyalurkan hobi belaka. Jika disalurkan secara efektif, kegiatan ekstrakurikuler, khususnya yang berbasis kegiatan fisik, dapat membentuk karakter seorang siswa.

Hal tersebut dikatakannya dalam seminar bertajuk "Fostering Character Education Through Value-Based Physical Activities" di SMAN 6, Jakarta, Kamis (7/5). Dihadiri oleh puluhan guru dan kepala sekolah, seminar yang difasilitasi oleh Sampoerna Foundation Teacher Institute (SFTI) tersebut membahas upaya guru dan pendidik untuk mengoptimalisasi kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah pembentuk karakter seorang anak didik.

Menurut Prof Martinek, kesuksesannya berkat proyek "biasa-biasa saja" itu adalah bahwa kegiatan yang dilakukan para remaja tersebut merupakan karakter dari kegiatan olahraga yang berpotensi sangat besar untuk melatih self-concept mereka secara positif, termasuk juga keterampilan di bidang leadership skill.

Bagi Martinek, permainan olahraga adalah terapi perilaku yang cocok bagi para siswa di usia remaja yang tengah "bermasalah". Sebuah terapi yang bisa dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, ringan, dan tidak terkesan menggurui.

Dus, anak didik yang memiliki karakter tertutup dan sulit berdialog akan mudah termotivasi untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan permainan olahraga. Mereka akan lebih memilih permaianan itu ketimbang mengikuti sebuah program terapi lewat cara-cara konsultasi dan dialog dua arah dalam sebuah ruang tertutup. Mereka bisa mati kutu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau