MAKASSAR, KOMPAS.com--Pemerintah Belanda tidak keberatan mengembalikan arsip-arsip kuno bernilai tinggi asal Sulawesi Selatan yang disimpan di negaranya antara lain naskah lontarak, sejarah perjuangan, pahlawan nasional dan lainnya dalam bentuk CD dan copian naskah tersebut.
"Belanda tetap menyimpan naskah aslinya karena sudah rapuh, tetapi salinannya bisa diambil untuk dijadikan bahan penelitian sejarah atau melengkapi perpustakaan daerah," kata Kepala Badan Arsip Nasional provinsi Sulsel, Ama Saing di Makassar, Senin.
Di negeri Kincir Angin tersebut, lanjutnya, saat memaparkan program kerja tahun 2009 instansinya termasuk SKPD unit-unit kerja dalam lingkup pemerintah provinsi Sulsel, banyak arsip kuno Sulsel tersimpan dengan baik di Belanda termasuk perjuangan pahlawan nasional dari kawasan Timur Indonesia, khususnya Makassar, Sulsel yang gigih memperjuangkan bangsa ini pada zaman pendudukan Belanda dan Jepang.
Hanya saja, arsip kuno bernilai tinggi dari provinsi ini yang tersimpan utuh di negara tersebut hanya salinannya yang bisa mereka serahkan.
"Pemerintah sudah melakukan upaya pengembalian naskah kuno dari negara tersebut melalui upaya kerjasama antarnegara meski pun yang diterima salinan naskah yang bukan aslinya," ungkapnya seraya menyatakan, salinan naskah kuno yang diberikan itu juga sudah cukup lumayan karena hampir sama dengan aslinya.
Menurut Ama, naskah kuno yang dimiliki Sulsel banyak dimanfaatkan peneliti asing untuk mengetahui seluk beluk darimana asalnya Lontarak Bugis-Makassar, perjuangan rakyat Sulsel melawan penjajah, hutan belantara, naskah Sulsel sebagai ibukota negara di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan lainnya yang bernilai sejarah dan budaya daerah ini.
"Peneliti lokal masih terbatas jumlahnya untuk meneliti hal hal seperti itu," katanya dan menambahkan, peneliti lokal melakukan penelitian kesejarahan terkait dengan bidang pendidikan yang digelutinya seperti fakultas sastra untuk bahasa daerah dan lontarak.
Mengenai naskah kuno yang dimiliki perorangan dan sudah ditarik pemerintah dari masyarakat yang menganggap naskah tersebut cukup ’sakral’, ungkapnya, baru 105 dari ribuan naskah kuno yang dimiliki perorangan yang sempat ditarik dari mereka.
"Mereka juga bisa menyimpan naskah itu karena dilindungi undang-undang sepanjang mereka mampu menjaga dan merawatnya," katanya seraya menyatakan, pemerintah boleh mengambil dan meminta naskah kuno tersebut asal diganti rugi kepada pemiliknya.
Misalnya memberi contoh, salah satu naskah kuno yang dianggap cukup sakral bagi pemiliknya yakni "utang - piutang raja-raja tempoe doeloe", bisa dilihat tetapi dengan satu syarat harus dipotongkan seekor kambing sebagai ’tumbal’ dari naskah itu.
Ke depan ini, katanya, arsip atau perpustakaan yang ada di daerah kabupaten/kota diupayakan menjadi tempat hiburan/rekreasi bagi masyarakat, tidak hanya untuk membiasakan membaca naskah-naskah kuno itu, melainkan suatu pembelajaran untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam lembaran sejarah tua tersebut.
Misalnya, naskah Lontarak terkait dengan sistem pemerintahan masa lalu, kehidupan sosial dan budaya masyarakat Sulsel, ujarnya dan menambahkan, saat ini terdapat 5.000 judul naskah lontarak yang dimiliki Badan Arsip Nasional Sulsel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.