Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Dapat Ijazah, Cari Ijab Sah

Kompas.com - 10/06/2009, 14:28 WIB

KOMPAS.com — Pelataran SMAN 2 Ngawi dipenuhi oleh pelajar. Mereka akan ikut ujian nasional ulang mulai Rabu (10/6). Sebagian membaca kumpulan soal dan jawaban. Sebagian hanya bercanda untuk melepas ketegangan.

Di sekolah itu, ada 409 pelajar harus ikut Ujian Nasional (UN) ulang. Nasib mereka sama dengan pelajar di 33 SMA lain di Indonesia. Badan Standar Nasional Pendidikan menetapkan 34 SMA di Indonesia harus UN ulang dengan berbagai alasan.  

"Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa kami harus mengulang. Tidak pernah ada penjelasan yang memuaskan sekaligus mengurangi malu kami. Di luar, orang tahunya satu sekolah curang sehingga harus ada ujian ulang," ujar Rizka M, salah seorang pelajar SMAN 2 Ngawi.

Padahal, ia sudah belajar dan menjawab sendiri semua mata ujian. Tidak ada bantuan diterima atau dimintanya selama mengerjakan soal ujian. "Tetapi, kami tidak bisa apa-apa. Kalau menolak, kami sendiri yang rugi dan tidak dapat ijazah. Malu sekali sekolah tiga tahun di SMA favorit lalu harus mengalami ini," tuturnya.

Meski malu dan marah sekaligus tidak berdaya, Rizka tidak mau diam saja. Sejak mendengar kabar harus UN ulang, ia kembali belajar. "Saya mau buktikan kalau saya tidak curang. Saya mau kasih lihat kalau bisa kerjakan soal sendiri," tuturnya.

Ia juga masih menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia masih bermain bersama teman-teman sekolah. Bahkan, menjelang masuk ruang ujian mereka masih bercanda. "Itu teman saya malah sibuk merapikan bedak. Bukan baca-baca soal dan kumpulan jawaban," ujarnya menunjuk salah satu pelajar SMAN 2 Ngawi lainnya.

Yang ditunjuk hanya tertawa. Bahkan, dengan santai ia menimpali Rizka. "Buat apa pusing-pusing mikir ujian ulang. Sudah usaha kok tahu-tahu kejadiannya begini. Saya sih kalau tidak nanti tidak dapat ijazah gampang saja. Tinggal cari ijab sah," ujarnya.  

 

Pendaftaran

Sementara Ira, salah seorang pelajar lain, menyatakan sudah menyiapkan dua tempat pendaftaran selepas sekolah. Jika nanti nilainya bagus, ia akan mendaftar ke salah satu perguruan tinggi di Malang. "Jika nilainya tidak memuaskan, ia akan mendaftar ke KUA. Mau ngapain lagi, capek-capek sekolah kalau hasilnya begini ya malas," tuturnya.

Pelajar lain, Bacharuddin Jusuf, mengatakan menunda pendaftaran kuliah. Padahal, sebenarnya ia sudah membidik beberapa perguruan tinggi. "Bagaimana mau mikir kuliah. Sekolah saja belum jelas lulus atau tidak," tuturnya.

Bahkan, ia tidak mendaftar ulang di salah satu PT di Malang. Padahal, ia sudah dinyatakan lulus program PMDK di universitas itu. "Ayah meminta saya konsentrasi dulu di UN ulang. Ayah mengerti saya tidak curang. Tetapi, tetap saja saya harus membuktikan saya memang tidak curang," ungkapnya.

Apalagi, tidak ada jaminan UN ulang ini akan menghasilkan nilai sesuai harapan. Keguncangan psikologis membuat ia dan teman-temannya tidak mudah harus bersiap lagi menghadapi ujian. "Kami jadi omongan di mana-mana," ujarnya.

Di antara pelajar yang mungkin tidak lulus UN 2009, Jusuf dan kawan-kawannya dituding dapat perlakuan istimewa. Mereka dituding sebenarnya tidak pantas lulus. Namun, diberi kesempatan mengulang. "Di seluruh Ngawi, ada banyak pelajar tidak lulus. Tetapi, hanya di sekolah ini ada ujian ulang," ujarnya.

Di antara pelajar yang mungkin lulus, mereka dianggap tidak benar-benar berkualitas. Pelajar lain cukup sekali saja ujian dan langsung lulus. "Malunya sama dengan ikut remedi (ujian ulang di sekolah). Mana ada pelajar serius yang senang disuruh remedi," ungkapnya.

Selain itu, dipastikan waktu mereka banyak terbuang. Seharusnya, saat ini mereka bersiap mendaftar ke perguruan tinggi. Sayangnya, sekarang mereka malah harus berkutat dengan UN ulang sampai akhir pekan ini. "Kami mungkin ketinggalan dibandingkan teman-teman yang sekarang sudah siap ikut SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)," tuturnya.

Malu

Sementara pelajar SMAN 1 Wungu, Madiun, Ardilla, bersama 169 temannya juga harus ikut UN ulang. "Saya malu sekali harus menjalani ini. Rasanya tidak enak keluar rumah sejak ada pengumuman harus ujian ulang," ujarnya.

Ia khawatir, malu itu tidak hanya harus ditanggung ia dan kawan-kawan seangkatannya. Adik-adik kelasnya bisa jadi akan menanggung beban juga. "Sekarang saja sudah banyak yang ngomong sekolah kami jago curang. Sedih jauh-jauh sekolah selama bertahun-tahun lalu harus diperlakukan seperti ini," ujarnya.

Seperti 169 pelajar lain di sekolah itu, ia tidak tahu pasti mengapa harus ikut UN ulang. Semua jawaban yang didengarnya hanya kabar miring yang beredar di masyarakat. "Tidak ada penjelasan dari yang berwenang," ujarnya.

Dinas Pendidikan Jatim dan Madiun hanya menjelaskan kepada guru dan kepala sekolah. Kepada murid, sampai kemarin tidak ada penjelasan.

Penjelasan dari Kepala Dinas Pendidikan Jatim Suwanto juga cukup menyesakkan jika didengar Ardila. BSNP selaku penyelenggara UN mengindikasikan ada pola jawaban seragam pada lembar jawaban di SMAN 1 Ngawi. Pola itu membuat kompetensi riil setiap pelajar tidak diketahui. "BSNP menganggap jawaban itu tidak bisa dipakai sehingga harus ada UN pengganti," ujar Suwanto.

Ia menyatakan tidak tahu mengapa hanya di SMAN 1 Wungu dan SMAN 2 Ngawi yang harus ada UN ulang. "Soal itu jadi kewenangan BSNP. Kami hanya menjalankan instruksi dari pusat saja. Kami juga hanya memastikan UN ulang berjalan sesuai prosedur," ujarnya.

Tentang dasar hukum UN ulang, lagi-lagi ia menjawab itu sepenuhnya kewenangan BNSP. Pihaknya hanya menerima penjelasan untuk mengawal UN ulang di 2 SMA di Jatim itu. "Kami berharap kejadian ini adalah yang terakhir. Jangan sampai anak-anak jadi korban lagi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com