BANDUNG, KOMPAS.com — Tes potensi akademik (TPA) yang diperkenalkan di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009 menuntut kemampuan alamiah peserta.
TPA bisa dilatih, tetapi sulit dihafalkan. Tes ini sangat baik untuk mengukur kemampuan akademik calon mahasiswa.
”TPA ini mengukur kemampuan berkomunikasi dan bernalar calon mahasiswa. TPA tidak bisa diajarkan bimbingan belajar. Jika ingin mengajarkan, sama saja harus mendidik seumur hidup,” ujar Wakil Rektor Bidang Akademik Institut Teknologi Bandung Adang Surahman, Selasa (30/6).
Menurut Adang, adanya TPA adalah salah satu kemajuan di dalam pelaksanaan ujian SNMPTN 2009, selain adanya mekanisme pembobotan nilai yang berbeda.
”Pembobotan nilai menuntut kemampuan holistik peserta SNMPTN,” ujarnya. Ia meyakini, model ujian yang baru ini mampu menghasilkan calon mahasiswa berkualitas.
”Mahasiswa (di ITB) sering kali drop out karena lemah di salah satu pelajaran. Padahal, tidak perlu terlalu pintar asalkan tidak bodoh di satu pelajaran, mahasiswa bisa bertahan,” ucapnya. Tingkat drop out di ITB saat ini sekitar 1,6 persen tiap tahun dari jumlah mahasiswa per angkatan.
Perubahan model ujian SNMPTN ini memaksa sejumlah SMA menyesuaikan kurikulum pembelajaran. Menurut Wakil Kepala Bidang Akademik SMAN 3 Kota Bandung Firmansyah Noor, mulai tahun depan pihaknya akan menyusun kurikulum yang di dalamnya ikut memperkenalkan TPA.
”Rencananya untuk siswa kelas XII. Memang TPA ini tidak bisa dimanipulasi, di-drill, atau dihafalkan, tetapi kami akan mencoba mengkajinya untuk lebih memperkenalkan kepada siswa,” ujarnya. Di sekolah ini, keterserapan siswa di PTN terbaik menjadi salah satu indikator keberhasilan.
Antisipasi kecurangan
Di Yogyakarta, sebanyak 15.338 peserta akan mengikuti ujian SNMPTN 2009 yang dimulai pada Rabu ini. Panitia juga sudah menyiapkan sistem pengamanan untuk mengantisipasi kecurangan, terutama yang menggunakan alat-alat komunikasi elektronik.
Jumlah peserta ini meningkat sekitar 20 persen daripada tahun lalu, yaitu sekitar 13.000 orang. Jumlah terbesar terdapat pada kelompok minat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan jumlah 7.153 orang, diikuti jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebanyak 5.907 orang, dan terakhir pada Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC) 2.278 orang.