Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada yang Tak Tahu Tes Potensi, Ada Juga yang Curang!

Kompas.com - 02/07/2009, 11:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagian peserta seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) di sejumlah kota belum paham, bahkan terkejut, tentang adanya tes potensi akademik mulai tahun ini. Sosialisasi perubahan sistem penilaian dianggap tidak optimal.

Hany Munawaroh (18), salah seorang peserta yang menderita low vision, kaget mendapatkan kabar jika mekanisme penilaian SNMPTN tahun ini berbeda, apalagi mengenai adanya TPA.

”Saya pikir itu mata uji Matematika,” ujar alumnus SLBA Negeri Bandung ini ditemui seusai mengerjakan mata uji TPA dalam SNMPTN hari pertama, Rabu (1/7) pagi. Awalnya, ia berpikir, mata tes bidang studi dasar nantinya tinggal mengujikan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Ita Fitriati Husein (18), peserta asal Tasikmalaya, mengakui, meskipun pernah mendengar adanya perubahan sistem penilaian SNMPTN pada tahun ini, ia tidak tahu persis di mana letak perubahan itu.

Terkait hal ini, Ketua Panitia SNMPTN Lokal Bandung Adang Surahman mengakui, sosialisasi perubahan penilaian SNMPTN yang dimulai tahun ini belum optimal.

”Karena baru, pasti sangat sedikit yang tahu. Di koran pun penjelasannya belum rinci,” tutur Wakil Rektor Bidang Akademik ITB ini.

Ia menjelaskan, di dalam sistem penilaian yang baru, setiap mata uji dibuatkan peringkat lebih dahulu, diberi skala 1-100, kemudian dijumlahkan. Dengan sistem persentil ini, siswa tidak bisa meremehkan salah satu pelajaran.

Selain itu, peserta juga tidak bisa memprediksi peluangnya diterima. Tahun lalu ini masih bisa dilakukan. ”Bisa saja diprediksi, asalkan tahu perolehan nilai rekan-rekannya yang lain di tiap mata uji,” ujarnya.

S Hamid Hasan, pakar evaluasi dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, mengatakan, TPA untuk mengetahui kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif yang lebih tinggi lagi. ”Itu bisa memberi gambaran bagaimana kemampuan peserta menjalani pendidikan tinggi,” kata S Hamid Hasan.

Menurut Hamid, sebenarnya kurikulum pendidikan yang diberlakukan di sekolah-sekolah itu adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dengan demikian, tes TPA yang mulai diberlakukan dalam SNMPTN bisa dipelajari siswa selama menjalani pendidikan. ”Bukan untuk mengetahui soalnya, tetapi mengukur kemampuan siswa,” ujarnya.

Kecurangan
Di Solo, pada hari pertama SNMPTN, panitia memergoki seorang peserta menerima jawaban melalui telepon seluler. Modusnya, telepon seluler disembunyikan di balik pakaian berlengan panjang.

Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) Prof Dr dr Syamsulhadi mengatakan, peserta berinisial AA tersebut langsung dinyatakan gugur dan dilaporkan ke kepolisian.

”Pengakuan yang bersangkutan, ia membayar Rp 500.000 untuk jawaban soal SNMPTN. Peserta cukup memberikan nomor telepon seluler yang dimilikinya, dan jawaban dikirim saat ujian,” kata Syamsulhadi. (JON/ELN/SON/HAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com