Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Rebutan Komodo

Kompas.com - 24/07/2009, 14:02 WIB

KUPANG, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur (NTT), Ans Takalapeta mengharapkan agar pemurnian genetika komodo (varanus commodoensis), sebaiknya dilakukan di habibat binatang purba itu di Pulau Komodo.

"Rekomendasi dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) agar proses pemurnian genetika biawak raksasa komodo itu harus dilakukan di Taman Safari Denpasar, Bali, adalah sesuatu yang tidak masuk akal," katanya, Jumat (24/7).

Persoalan mutasi 10 ekor komodo dari habitatnya di kawasan konservasi alam Wae Wuul di Kecamatan Komodo, Manggarai Barat di ujung barat Pulau Flores itu, menjadi perdebatan sengit menyusul adanya surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.384/Menhut-II-2009.

Dalam SK Menteri Kehutanan MS Ka’ban tertanggal 13 Mei 2009 yang ditunjukkan kepada Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT itu menginstruksikan agar segera memutasikan 10 ekor komodo dari Taman Nasional Komodo (TNK) ke Taman Safari Denpasar, Bali untuk proses pemurnian genetika guna mengembangbiakan satwa langka tersebut dari kepunahan.

SK Menteri Kehutanan itu merujuk pada hasil kajian Pusat Penelitian Biologi LIPI yang dipimpin Dr Siti Nuramiliati Prijono yang menilai, proses pemurnian genetika binatang langka yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia itu hanya dapat dilakukan di Taman Safari Indonesia (TSI).

Berhubungan TSI punya cabang di Denpasar, Bali maka proses pemurnian genetika atas binatang purba itu harus dilakukan di Denpasar.

Ans Takalapeta yang juga mantan Bupati Alor dua periode itu menilai, proses mutasi 10 ekor biawak raksasa Komodo ke Denpasar dengan alasan permunian genetika itu, hanya sebuah taktik politik untuk menghancurkan pariwisata di NTT.

"Jika komodo itu sudah ada di Pulau Bali, untuk apa wisatawan manca negara harus pergi lagi ke Pulau Komodo untuk melihat dari dekat binatang purba itu? Ini sesuatu yang sangat tidak rasional jika proses pemurnian genetika tidak bisa dilakukan di habibatnya komodo," kata Takalapeta.

Ia menegaskan, Komodo sudah menjadi iconnya NTT sehingga tidak ada alasan untuk melakukan permunian genetika di luar habibat binatang purba itu.

Rekomendasi dari Menhut untuk menangkap dan mengevakuasi 10 ekor Komodo dari habitatnya di Wae Wuul Pulau Komodo itu, memang belum dilaksanakan, namun hal itu menimbulkan kekhawatiran dari pemerintah daerah.

Wakil Gubernur NTT, Esthon L Foenay juga menolak dengan tegas rencana Menhut memutasikan 10 ekor Komodo ke TSI di Denpasar, Bali dengan alasan pemurnian genetika berdasarkan hasil penelitian dari LIPI.

Komodo adalah salah satu satwa purba di dunia yang masih hidup di habitatnya di Pulau Komodo serta Pulau Rinca dalam kompleks TN Komodo di ujung barat Pulau Flores, Kabupaten Manggarai Barat.

Berdasarkan hasil riset KSDA TN Komodo, biawak raksasa Komodo itu kini tinggal 17 ekor yang dilukiskan sudah mengarah pada titik kepunahan.

Atas dasar itu, Menteri Kehutanan MS Ka’ban merekomendasikan kepada BBKSDA NTT untuk memindahkan 10 ekor binatang purba itu dari kawasan konservasi sumber daya alam (KSDA) Wae Wuul, Pulau Komodo ke TSI di Denpasar, Bali untuk proses pemurnian genetika atau pengembangbiakan satwa langka tersebut.

Kadis Pariwisata dan Kebudayaan NTT, Ans Takalapeta menolak dengan tegas keinginan tersebut, karena Taman Safari Indonesia di Denpasar, Bali bukan merupakan lokasi yang tepat untuk proses pemurnian genetika Komodo seperti yang direkomendasikan LIPI.

"Proses pemurnian genetika harus dilakukan dihabitatnya, bukan di kebun binatang," kata Takalapeta yang melukiskan situasi tersebut sebagai salah satu taktik politik untuk menghancurkan bisnis pariwisata di NTT, khususnya di Manggarai Barat serta menodai NTT yang telah menjadikan Komodo sebagai icon provinsi kepulauan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com