Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

GURU TERPENCIL JANGAN TERABAIKAN

Kompas.com - 29/07/2009, 15:34 WIB

Bandung, Kompas - Pemerintah didesak responsif mengatasi persoalan honor dan status kerja guru bantu daerah terpencil (GBDT). Jangan biarkan para pahlawan pendidikan di daerah pelosok ini terus menderita.

Desakan itu disampaikan Dede Supendi, mantan Ketua Paguyuban GBDT Jawa Barat yang juga Ketua II Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Jabar, Selasa (28/7). Dia menyikapi keterlambatan pembayaran honor GBDT di Jabar.

"Sungguh sangat disesalkan peristiwa itu bisa terjadi lagi. Itu (honor) kan menyangkut langsung hajat mereka dan keluarganya. Belum lagi dampaknya bagi kegiatan belajar-mengajar," tutur Dede, mantan GBDT yang kini telah diangkat sebagai pegawai negeri sipil ini. Kasus ini pernah terjadi tahun 2007. Saat itu pembayaran honor GBDT tersendat hingga empat bulan. "Semestinya kan kasus yang dulu (tahun 2007) dijadikan pelajaran," ujarnya.

Ketelambatan pembayaran honor bagi para GBDT Jabar saat ini, menurut dia, memperlihatkan fakta yang sangat kontraproduktif dengan upaya Pemerintah Provinsi Jabar mendorong perbaikan layanan pendidikan. Layanan itu khususnya berupa pemerataan akses pendidikan, yang biasanya menjadi kendala di daerah terpencil.

Ia mengakui, kesalahan mungkin bukan sepenuhnya ada pada Pemprov Jabar. "Sebab, ini kan menyangkut kecepatan respons pemerintah kabupaten/kota. Semakin cepat pemerintah daerah mengajukan usulan (dana untuk membayar honor), mungkin kian cepat pula diprosesnya," tuturnya.

Terlepas dari kendala teknis mekanisme pencairan honor GBDT, ia meminta pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat sigap mencari solusinya. Salah satunya adalah menggunakan mekanisme dana talangan. "Dulu, di Purwakarta, ini bisa dilakukan. Ada tidaknya ini bergantung pada proses advokasi masing-masing teman di daerah," ujar guru asal Purwakarta ini.

Bergantung bupati/wali kota

Kepala Seksi Pembinaan TK dan SD Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Uuh Suparman berpendapat, realisasi dana talangan tidak mudah. Sebab, selain dana yang dibutuhkan tidak sedikit, tidak ada pula aturan tegas yang memperbolehkannya.

"Tetapi, kasuistik sekali. Ada daerah yang menerapkan, ada yang tidak. Tergantung bagaimana itikad baik bupati/wali kotanya," paparnya.

Ia menegaskan, Disdik Provinsi Jabar terus mendorong proses pencairan honor GBDT segera dilakukan. Salah satunya ialah mempercepat proses penyusunan rancangan peraturan Gubernur Jabar yang menjadi landasan hukumnya. Namun, ia tidak bisa merinci kapan kepastian pencairannya.

Secara terpisah, Iik Nurulpaik, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, mengungkapkan, pemerintah daerah harus menunjukkan keberpihakan lebih kepada para GBDT, baik melalui pembenahan sistem pembayaran honor maupun peningkatan nominal. Sebab, keberhasilan pencapaian pendidikan di daerah terkait langsung dengan peran mereka.

"Pembenahan ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Sebab, honor ini kan menjadi andalan hidup mereka. Kalau bisa, honornya ditingkatkan, jangan hanya Rp 750.000 per bulan," katanya. (jon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com