Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Motivasi Menulis Karya Ilmiah Masih Minim

Kompas.com - 10/08/2009, 21:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tradisi menulis karya ilmiah dan memublikasikannya di jurnal ilmiah berakreditasi nasional ataupun internasional belum sepenuhnya terbentuk di kalangan pengajar di perguruan tinggi. Masih banyak kendala untuk kegiatan tersebut, terutama motivasi yang rendah.

Dr Swastiko Priyambodo dari Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, Senin (10/8), motivasi menulis dan memasukkannya ke jurnal ilmiah masih rendah dan sistem yang ada belum mendorong ke arah itu.

"Mempublikasikan karya ilmiah ke jurnal membutuhkan usaha keras dan cukup rumit. Karya harus ada unsur kebaruannya dan orisinalitasnya," ujarnya. Selain itu, karya-karya yang masuk akan diseleksi ketat dan dinilai kelayakannya oleh pakar-pakar di bidang keilmuan di bidang tersebut.

Belum lagi untuk masuk ke jurnal ilmiah harus mengeluarkan dana. Sebagai contoh, untuk jurnal internasional berakreditasi internasional per lembar sekitar 50-100 dollar AS. Sedangkan jurnal berakreditasi nasional sekitar Rp 500.000 per 10 lembar. Biaya tersebut dapat bervariasi.

Sementara itu, sistem yang membentuk atau memaksa dosen untuk memublikasikan karya ilmiahnya di jurnal ilmiah belum ada. Dia mencontohkan, di perguruan tinggi di sejumlah negara, antara lain Jepang, terdapat keharusan bagi para mahasiswa program doktor untuk publikasi jurnal ilmiah minimal dua sebagai syarat untuk sidang doktor. "Di Eropa seperti di Jerman, para pembimbing mahasiswa program pascasarjana selalu mendorong mahasiswanya untuk mengirimkan karya ke jurnal ilmiah," ujarnya.

Di Institut Pertanian Bogor sendiri, menurut Swastiko, sudah dimulai berbagai dorongan memasukkan karya ilmiah bagi para mahasiswa program doktor. "Minimal ke jurnal berskala nasional," ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengajar di Universitas Negeri Jakarta, Lodi Paat. Dukungan dari perguruan tinggi agar para pengajar menulis di jurnal ilmiah antara lain dengan adaya keharusan menulis dan meneliti sebagai syarat kenaikan pangkat. Para dosen sudah melakukan, tetapi kualitasnya masih bisa dipertanyakan. Jurnal ilmiah di Indonesia juga tidak banyak. "Persoalan lainnya, tidak semua pengajar terbiasa menulis. Apalagi, infrastruktur pendukung seperti perpustakaan dengan koleksi memadai sebagai juga masih minim. Membaca dan menulis itu saling terkait," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com