Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penderita Cacat Berhak Peroleh Pendidikan Inklusif

Kompas.com - 12/08/2009, 17:48 WIB

Bantul, Kompas - Meski memiliki hambatan keterbatasan fisik sepanjang IQ-nya mampu, penderita cacat seharusnya bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah umum. Sayangnya, belum semua sekolah mau menerima kehadiran mereka. Sebagai alternatifnya, mereka pun belajar di sekolah luar biasa yang sebenarnya tidak sejalan dengan IQ-nya.

Hal itu diungkapkan Wiji Suparno dari Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Provinsi DI Yogyakarta, dalam seminar pendidikan inklusif yang diselenggarakan oleh Karitas, di Gedung Bank Bantul, Selasa (11/8). ”Penderita cacat yang biasanya memiliki kecerdasan intelektual memadai adalah tunadaksa, tunanetra, dan tunarungu,” ujarnya.

Wiji mengatakan ada beberapa kendala mengapa anak-anak berkebutuhan khusus sulit diterima di sekolah umum. Pertama, faktor political will dari pejabat yang masih minim. Kedua, faktor penilaian negatif terhadap mereka. Ketiga, faktor kekhawatiran yang berlebihan dari kalangan orangtua yang anaknya normal. Mereka takut pergaulannya dengan anak berkebutuhan khusus berdampak negatif. Terakhir adalah faktor kendala sarana, prasarana, dan pembiayaan.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan DI Yogyakarta, jumlah anak berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan inklusif sebanyak 1.529 anak, sementara di SLB mencapai 3.277 anak. ”Belum semua anak yang memiliki keterbatasan mengenyam pendidikan. Masih ada 1.465 anak yang belum mengakses pendidikan,” katanya.

Mereka yang belum sekolah sebagian besar karena orangtuanya merasa malu dan pesimistis dengan masa depan anaknya. Anak-anak itu tak jarang juga disembunyikan oleh pihak keluarga supaya tidak diketahui masyarakat.

Di Bantul ada 24 sekolah yang sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sebanyak 19 sekolah kategori SD, 3 SMP, dan 2 SMA. ”Hanya TK inklusif yang belum kami miliki. Ke depan kami usahakan supaya TK inklusif tersedia,” kata Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Non- formal, Masharun, yang dihubungi terpisah.

Penyebaran SLB kurang merata. Kecamatan Dlingo sebagai kecamatan yang minim akses transportasi masih belum memiliki SLB. Di kecamatan tersebut setidaknya ada 15 anak berkebutuhan khusus yang selama ini belum bisa mengakses pendidikan. (ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com