Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang Muda yang Berinovasi

Kompas.com - 21/08/2009, 09:43 WIB

Oleh: Yuni Ikawati/Wartawan Harian Kompas

Bermodal otak cemerlang, pengetahuan luas, serta semangat pantang menyerah saja tidak cukup. Perlu jiwa yang peka terhadap masalah di sekitar untuk mewujudkan sebuah inovasi. Meski masih belia, para peneliti remaja telah membuktikannya.

Udara sejuk Bukittinggi tidak selalu membuat nyaman warganya. Salah satunya Hayuzurma, ibu dari tiga anak yang telah beranjak remaja. Setiap menjelang senja ia mulai dihantui penyakit yang belum tersembuhkan, alergi udara dingin. Begitulah, gangguan itu terus mengusiknya hingga keesokan pagi.

”Ibu tidak pernah tidur nyenyak karena gatal-gatal di tubuhnya. Makanya ibu kerap bangun kesiangan. Padahal ibu harus memasak dan mengurus kami,” ungkap Bayu Mazhar, anak keduanya, yang berusia 14 tahun. Rumah kayu sederhana yang mereka huni memang tak menolong menghangatkan ruangan kala udara dingin menyergap.

Membeli mesin penghangat ruangan tentunya sangat sulit bagi ayahnya, Masrizal, yang hanya seorang penyapu kandang di kebun binatang kota itu.

Rasa iba kepada ibunya yang menderita sekian lama mendorong Bayu, siswa kelas III SMPN 4 Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, bersama teman sekelasnya, Juan Rifqhi, mendesain alat berupa kotak penghangat ruangan.

Kotak itu dipasang tepat di antara genteng dan langit-langit kamar. Bagian atas kotak dicat hitam untuk menyerap panas, sedangkan bagian dalam kotak itu ditutupi aluminium foil untuk menyimpan panas. Ketika hari telah senja, saluran bagian bawah kotak dibuka. Jadi udara hangat masuk ke ruangan.

Pembuatan kotak tersebut menggunakan prinsip radiasi, konduksi, dan konveksi—yang diajarkan gurunya, Asnafil Manaf. Pelajaran Fisika memang mata pelajaran favorit Bayu sejak kelas I SMP dan karena itu nilai di rapornya selalu antara 8 dan 9. Karena itu pula, Bayu yang bercita-cita menjadi guru Fisika mengikuti kelompok ilmiah remaja sejak kelas I SMP.

Berdasarkan informasi tentang material dan sistem penyimpan panas yang didapat lewat internet dan bimbingan guru di kelompok ilmiah remaja, tahun lalu ia mendesain kotak pemanas tersebut. Ayahnya lalu memanggil tukang untuk mewujudkan rancangan Bayu dan memasang kotak itu di atas kamar ibunya. ”Sejak Januari tahun lalu, begitu kotak pemanas itu jadi, ibu tidak lagi mengeluh gatal-gatal dan selalu bangun subuh,” ujarnya.

Berkat rancangannya tersebut, Bayu Mazhar dan Juan Rifqhi meraih juara I Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) tahun 2009 tingkat SMP/MTs untuk bidang teknologi.

Menurut Profesor Dr Wahyuddin Latunreng, Ketua Tim Juri Bidang Teknologi, rancangan Bayu itu dapat dikembangkan lebih lanjut dan berpotensi memperoleh paten. Di antara karya penelitian para finalis, juga ada yang tergolong baru, yaitu penggunaan serat optik untuk mengurai sinar matahari sebagai penerangan rumah.

Kepekaan terhadap lingkungan juga mendorong kakak-beradik, Ivan Bagus Satryo (12, siswa SMP Al Azhar) dan Veby Annisa Fitri (11, siswa SMPN 2 di Cilegon) yang membuat bioabate, obat nyamuk oles dan semprot dari ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq).

Mereka mengenal khasiat biji mahoni sebagai obat ”darah tinggi” lewat sang ayah, Agung Hidayat. Agung Hidayat, yang merupakan karyawan PT Krakatau Steel, kerap mengonsumsi biji mahoni untuk mengatasi penyakit tersebut. Adapun pohon mahoni tidak asing bagi kakak-beradik tersebut karena di dekat rumah mereka banyak terdapat pohon ini untuk penghijauan.

”Biji mahoni sepahit pil kina obat malaria, karena itu kami coba menggunakannya untuk obat pembasmi nyamuk, yang menjadi binatang ’pembunuh’ manusia terbanyak di dunia,” ujarnya. Serangga ini merupakan perantara penyebaran penyakit, seperti malaria dan demam berdarah.

Ekstrak biji mahoni kemudian mereka olah menjadi bioabate, lotion antinyamuk hingga obat nyamuk semprot. Dalam uji coba, bahan alami ini efektif membunuh dan mengusir nyamuk.

”Bahan ini aman dan ramah lingkungan. Dapat menggantikan bahan kimia yang digunakan di obat nyamuk yang dijual di pasar. Obat nyamuk ini juga lebih murah,” ujar Ivan. Tahun ini Ivan dan Veby terpilih menjadi Juara I LPIR tingkat SMP/MTs bidang IPA.

Pada LPIR 2009 tingkat SMA ada karya Miftah Yama Fauzan (15) yang tergolong ”kelas berat”. Siswa SMAN 1 Sidoarjo, Jawa Timur, ini menciptakan senjata elektrik tanpa suara sebagai alternatif senjata api. Senjata ini, menurut Miftah, tergolong ”bersahabat” karena tidak mematikan, tidak menimbulkan suara yang terlalu keras, dan murah.

Berbeda dengan pistol tradisional yang menggunakan bahan peledak sebagai pendorong, pistol ciptaannya menggunakan gaya elektromagnetik sehingga tidak menimbulkan suara. Peluru yang digunakan dapat terbuat dari berbagai logam feromagnetik atau yang dapat tertarik medan magnet.

Pada uji coba prototipe pistol ciptaannya, pelurunya dapat memecahkan kaca setebal 2 milimeter dari jarak tembak 3 meter. ”Dengan inovasi ini, biaya pengadaan senjata untuk TNI/Polri dapat diturunkan dan mengurangi ketergantungan kepada negara maju,” katanya.

Peneliti muda

Kompetisi peneliti muda sesungguhnya telah menjadi tradisi setiap tahun sejak 32 tahun lalu, antara lain dikaitkan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI. Di Departemen Pendidikan Nasional digelar LPIR bagi siswa SLTP hingga SLTA. Adapun di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia diadakan Lomba Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia bagi tingkat mahasiswa.

Kompetisi tersebut dari tahun ke tahun terus meningkat jumlah pesertanya. Dari karya para remaja itu selalu ditemukan hal yang baru dan unik. Namun, menurut Wahyuddin, perlu ada peningkatan apresiasi bagi generasi muda untuk lebih mendorong mereka menekuni dunia penelitian.

Salah satu insentif yang sebaiknya diberikan adalah pemberian beasiswa bagi para pemenang lomba karya ilmiah untuk menempuh jenjang lebih tinggi. ”Selain itu, prestasi penelitian ini hendaknya juga diperhitungkan dalam penilaian di rapor atau prestasi kurikuler mereka,” ujarnya.

Menurut Roosmalawati anggota tim juri LPIR tingkat SMA bidang sosiologi, remaja masa kini semakin sedikit yang tertarik menggali kembali sastra dan budaya kuno. Hal itulah yang membuat ide Yan Restu Freski, yang sangat langka dan sulit dilakukan tersebut, mendapat penilaian menonjol.

Siswa SMAN 1 Yogyakarta ini menjadi juara I LPIR 2009 tingkat SMA. Ia menggali nilai kehidupan di balik Surat Kalatidha karya Ranggawarsita—pujangga yang terkenal dengan ramalannya. ”Serat Kalatidha sangat relevan dengan keadaan saat ini. Terbukti dengan persamaan antara deskripsi Ranggawarsita mengenai zaman edan dan keadaan sesungguhnya pada saat ini,” tutur Yan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau