Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala SDN dan SMPN Dimutasi

Kompas.com - 02/09/2009, 16:59 WIB

Surabaya, Kompas - Gerbong mutasi kepala sekolah dasar negeri dan kepala sekolah menengah pertama negeri di Surabaya mulai bergerak. Lebih dari 100 kepala sekolah dimutasi dan belasan guru naik pangkat menjadi kepala sekolah.

Dalam catatan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, kepala SDN yang dipindah mencapai 113 orang. Sebanyak sembilan guru kini menjabat kepala SDN, antatra lain Djoeritnowati Titi Oetami yang memimpin SDN Ketintang II/41, Soenarti menjadi Kepala SDN Ngagelrejo V/400, dan Sri Purwaningsih menjadi Kepala SDN Manukan Kulon III/540.

Di tingkat SMP negeri, 10 kepala sekolah dimutasi. Sebanyak enam guru SMP negeri menjadi kepala SMP negeri, antara lain Sawa'i yang menjadi Kepala SMPN 41, Arief Sadhono menjadi SMP Negeri 22, dan Budi Hartono sebagai Kepala SMPN 1. Beberapa guru SMPN memimpin sekolah baru, seperti SMPN 43, SMPN 44, dan SMPN 45. Widodo menjadi Kepala SMPN 43, Khamim Rosyidi memimpin SMPN 44, dan Yulia Krisnawati memimpin SMPN 45.

Selain itu, sebanyak 80 SDN juga telah digabungkan menjadi 33 SDN. Dari 47 kepala sekolah yang kehilangan jabatannya, sebanyak 40 orang memang sudah pensiun dan tujuh lainnya menjadi pengawas.

Penentuan kepala sekolah yang dimutasi itu, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Sahudi, berdasarkan kemampuan mengelola sekolah. Karenanya, ada yang dimutasi dari sekolah kecil ke sekolah dengan rombongan belajar lebih besar, ada pula yang dipindahkan ke sekolah yang relatif setara.

Kepala sekolah yang sudah mengikuti ujian pengawas dan tidak lulus sebagian tetap menjadi kepala sekolah dan sebagian lainnya menjadi guru kembali. Setidaknya 11 kepala sekolah dikembalikan menjadi guru.

Pelantikan para kepala sekolah itu dilakukan Jumat (28/8). Namun, menurut Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Surabaya Yusuf Masruh, serah terima jabatan dilakukan pada 10 September mendatang.

Pengawas

Sahudi menambahkan, saat ini 20 kepala SDN yang lulus ujian pengawas mengundurkan diri dari jabatan kepala sekolah. Mereka meminta ditempatkan menjadi pengawas. Sejauh ini lima permohonan ditolak. "Semua permohonan dikaji. Kalau masih diperlukan, ya tidak disetujui. Repot kalau semua meminta jadi pengawas," ujarnya.

Sahudi menengarai penyebab banyaknya kepala sekolah yang mengundurkan diri adalah keharusan membuat laporan pertanggungjawaban bantuan operasional daerah (bopda). Laporan dirasakan rumit dan menyelesaikannya memakan waktu. Apalagi di SDN tidak ada staf administrasi atau tata usaha.

Kerumitan itu ditambah ketakutan adanya penyimpangan atau kesalahan penggunaan dana. Menjadi pengawas dirasa lebih tenang tanpa ketakutan disidik dan dianggap korupsi.

Meski SDN tidak memiliki tenaga administrasi untuk menangani laporan pertanggungjawaban, lanjut Sahudi, dana bopda masih bisa digunakan untuk merekrut staf dari tenaga lepas. (INA)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com