Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuwono dan Eka, Pendiri Sekolah Alam Palembang

Kompas.com - 14/09/2009, 09:56 WIB

Oleh: Wisnu Aji Dewabrata

Pendidikan melalui sekolah adalah proses membangun sebuah peradaban. Tujuan itu jangan dicampur aduk dengan kepentingan bisnis untuk memungut uang sebanyak mungkin dari orangtua murid.

Niat itulah yang membulatkan tekad pasangan Yuwono dan Nurbaiti Eka Sari untuk mendirikan Sekolah Alam Palembang. Dengan modal awal Rp 10 juta pada 2005, mereka mendirikan Sekolah Alam Palembang. Sekolah ini satu dari 12 sekolah alam di Indonesia yang direkomendasikan penggagasnya, Lendo Novo.

Ditemani istrinya, Eka, Yuwono mengatakan, ide mendirikan sekolah alam di Palembang muncul setelah ia menyekolahkan anaknya di Sekolah Alam Bandung. Dia merasa cocok dengan konsep sekolah alam ala Lendo Novo. Ia menyekolahkan anaknya di Sekolah Alam Bandung saat kuliah S-3 ilmu kedokteran di Universitas Padjadjaran tahun 2004-2005.

Selesai kuliah, Yuwono dan Eka kembali ke Palembang, tetapi di kota ini tak ada sekolah alam. Mereka memutuskan mendirikan sekolah alam di Palembang, karena tak ingin anak-anaknya mendapat pendidikan seperti mereka dulu di sekolah umum.

”Pendidikan kita banyak yang mubazir. Semua pelajaran diajarkan, ibarat komputer hanya memenuhi memori tetapi tak pernah dibuka. Cara mendidiknya tak memunculkan potensi pribadi anak,” kata Yuwono.

Yuwono bercerita, sejak sekolah dasar ia selalu juara kelas, tetapi merasa ada yang salah dalam dunia pendidikan. Alasannya, murid punya potensi yang berbeda-beda, misalnya dalam bidang seni atau olahraga, tak hanya akademik.

Sementara itu, sekolah alam adalah sekolah yang inklusif, sebab kecerdasan tak sebatas kemampuan akademik. Sekolah di Indonesia umumnya bersifat eksklusif, mengutamakan kemampuan akademik. Sekolah seperti ini hanya cocok untuk anak pintar.

”Sekolah inklusif bisa menggali potensi anak. Tuhan memberikan banyak sekali potensi kepada manusia, tetapi masih sedikit yang tergali,” katanya.

Eka menambahkan, sekolah alam mengutamakan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Murid dilatih tak takut mengungkapkan pendapat. Sebaliknya, di sekolah umum, murid umumnya tak punya kebebasan berekspresi dan dampaknya terbawa sampai dewasa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com