Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Nekat dan Tekad Guru-guru di Pedalaman Nunukan

Kompas.com - 08/10/2009, 16:24 WIB

NUNUKAN, KOMPAS.com — Kehidupan para guru di pedalaman selalu menarik, lucu, tapi sekaligus juga menyedihkan. Di pedalaman Mensalong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, misalnya, para guru bertekad agar murid-muridnya "betah" di kelas dan menimba ilmu dari mereka.

Petang baru merambat ketika speed boat mulai merapat di pelabuhan speed boat Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Bau keruh sungai Sesayap Hilir terasa menusuk hidung. Airnya yang kecoklatan menandakan sungai dengan lebar mencapai 170 meter tersebut tampaknya sedang keruh dan surut.

Dari dermaga itu, perjalanan masih terus dilanjutkan dengan transportasi darat menuju Desa Mensalong. Padahal, lelah menempuh perjalanan 3 jam dari Pelabuhan Tengkayu, Tarakan, Kalimantan Timur, ke dermaga angkutan sungai ini belum juga pudar. Badan rasanya masih pegal-pegal karena duduk terlalu lama. Belum lagi terpaan angin yang terus-menerus menubruk badan karena perahu mesin ini tak ada istirahatnya selama tiga jam mengarungi sungai.

Hari sudah gelap ketika perjalanan dimulai dengan melewati rute trans-Kalimantan. Beberapa bagian jalan tampak rusak dan berlubang. Bahkan, perjalanan sempat memotong rute, lantaran ada jembatan yang roboh dan sedang dalam perbaikan.

Satu jam berselang, sampailah di Desa Mensalong. Desa ini ternyata sudah masuk dalam kawasan Kabupaten Nunukan, yang merupakan wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Di sebuah wisma yang sederhana di desa tersebut, perjalanan seharian ini akhirnya berujung.

Cara Pandang

Selama beberapa hari, 5-7 Oktober 2009, redaksi Kompas.com berkunjung ke wilayah Kabupaten Malinau dan Nunukan untuk mengintip kegiatan para guru dalam mengajar murid-muridnya. Kunjungan itu sekaligus untuk melihat hasil Program Pelatihan Pengembangan Profesionalisme Guru dan Kepala Sekolah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mereka ikuti di Tarakan, Kalimantan Timur, beberapa bulan lalu, yang digelar oleh Tanoto Foundation.

"Di kota sudah banyak orang pintar, saya pikir orang seperti saya tidak diperlukan di sana, karena itu saya lebih baik memilih mengabdi di sini saja," ujar Suwarni yang datang berkunjung ke wisma, Senin (5/10).

Suwarni, lelaki yang sejak 1995 mengabdi sebagai guru di Nunukan, ini datang ditemani rekannya, Sugimun. Sugimun juga seorang guru. Keduanya kini menjadi pengajar di SMPN 1 Lumbis, Kabupaten Nunukan.

"Di sini saya merasa betah karena tantangannya banyak, khususnya untuk bisa meyakinkan orangtua mau membawa anaknya sekolah dan bersemangat untuk tak putus menimba ilmu," ujar Suwarni, yang baru satu setengah tahun ini menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Lumbis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com