Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Pasar Buah Murah Bermutu Rendah

Kompas.com - 12/10/2009, 07:31 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari konsumsi produk buah murah, berkualitas rendah, dan membahayakan kesehatan mendapat tantangan keras dari negara-negara pengekspor buah.

Direktur Mutu dan Standardisasi Departemen Pertanian Nyoman Oka Tridjaja, Sabtu (10/10) di Yogyakarta, mengungkapkan, negara-negara eksportir itu meminta Indonesia menunda kebijakan impor produk pangan segar asal tumbuhan (PSAT).

Mereka khawatir penerapan PSAT akan mengganggu kinerja ekspor buah dari negaranya. Permintaan penundaan pemberlakuan PSAT muncul dari negara-negara maju yang selama ini mengklaim memiliki kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan pangan konsumen.

Negara pengekspor buah ke Indonesia antara lain Amerika Serikat, Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Thailand.

Namun, ujar Oka, Pemerintah Indonesia akan tetap memberlakukan PSAT pada 19 November 2009. Semula kebijakan ini akan diberlakukan pada 19 Agustus 2009, tetapi ditunda karena permintaan dari negara-negara importir itu.

Setiap tahun Indonesia kebanjiran buah impor, seperti apel, anggur, jeruk, dan pir. Ekspor buah Indonesia terus menurun, sedangkan impor meningkat.

Pemerintah akan memverifikasi PSAT yang masuk Indonesia. Verifikasi mengacu tingkat perlindungan pangan yang memadai (appropriate level of protection/ALOP).

Dengan begitu, Indonesia hanya akan menerima PSAT dari negara yang sudah diregistrasi dan diakreditasi lembaga berkompeten di negara pengekspor yang setara dengan ALOP.

Hal ini untuk mencegah produk PSAT yang tidak sehat, atau kandungan residu biologi dan kimia melebihi ambang batas yang ditetapkan FAO, masuk ke Indonesia.

Daya saing rendah

Rendahnya daya saing ekspor buah Indonesia bukan karena kualitas buah yang diekspor rendah, melainkan karena pemerintah menerapkan standar kualitas dan keamanan pangan produk buah yang rendah bagi konsumen di negara sendiri.

Pemerintah membiarkan konsumen Indonesia mengonsumsi buah impor yang murah, berkualitas rendah, dan yang kemungkinan dapat membahayakan kesehatan konsumen.

Oka menyatakan, apel dari AS yang diekspor ke Indonesia, misalnya, terindikasi bukan jenis buah segar karena sudah disimpan dalam waktu lama.

Selama ini, produk buah segar yang masuk ke Indonesia, terutama dari negara-negara subtropis, kualitasnya menurun. Apalagi, yang lepas dari rantai pendingin. Karena itu, produk buah segara itu kandungan vitaminnya banyak berkurang.

Perlu ada penataan untuk melindungi konsumen domestik. Saat ini, ujar Oka, banyak dijumpai produk buah segar asal negara-negara tropis dijual di pasar tradisional, yang tidak dilengkapi sarana pendingin. ”Pemerintah akan menata sistem distribusi dan perdagangan produk buah impor agar buah subtropis jangan dijual sembarangan tanpa mempertimbangkan aspek keamanan pangan. Kalau terus dibiarkan, konsumen hanya akan memakan sampah buah dari negara lain,” katanya.

Direktur Jenderal Hortikultura Ahmad Dimyati menyatakan, kebijakan PSAT bertujuan mencegah organisme pengganggu tanaman supaya tidak masuk ke Indonesia. Selain itu juga untuk melindungi konsumen agar jangan sampai mereka mengonsumsi buah tidak berkualitas dan tidak bermutu, serta tidak aman bagi kesehatan.

Kepala Subbidang Karantina Tumbuhan, Ekspor, dan Antararea Badan Karantina Pertanian Turhadi Noerachman mengungkapkan, selain adanya desakan dari negara-negara eksportir, penundaan pelaksanaan PSAT juga untuk memberikan kesiapan bagi sinkronisasi dokumen ekspor. (MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com