Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendidikan Tak Kenal Resesi

Kompas.com - 15/10/2009, 09:27 WIB

Oleh: Tonny D Widiastono

Pendidikan agaknya tidak mengenal resesi. Buktinya, minat untuk masuk ke sekolah dan universitas terus meningkat. Hal itu tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga yang ingin belajar ke luar negeri.

”Ada kecenderungan jumlah orang Indonesia yang belajar ke luar negeri terus meningkat,” ujar Harianto, Ketua Panitia Pameran Pendidikan Luar Negeri, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam pameran yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia itu, peserta tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga banyak yang datang langsung dari luar negeri, seperti Jerman, Swiss, China, Malaysia, Australia, dan Selandia Baru. Dan, seperti biasanya, pameran pendidikan selalu dipenuhi pengunjung yang berminat mencari informasi studi ke luar negeri.

Meski minat belajar ke luar negeri cenderung meningkat, Harianto tidak bisa menyebutkan angka pasti. Kepastian itu justru muncul dari Deby Nasution, Senior Executive Tourism Business (Education) Singapore Tourism Board.

”Saat ini, jumlah siswa/mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Singapura sekitar 10.000 orang. Karena itu, Indonesia termasuk kelompok lima besar yang banyak mengirimkan siswa/mahasiswa ke Singapura selain China, India, dan negara-negara ASEAN,” ujar Deby kepada Kompas.

Hal senada dikemukakan Darsham bin Daud, Direktur Promosi Pendidikan Kedutaan Besar Malaysia (Education Malaysia), di Jakarta. ”Saat ini ada 10.600 siswa/mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Malaysia. Ini angka yang amat signifikan mengingat tahun 2004 jumlah siswa/mahasiswa Indonesia sekitar 5.600 orang. Ini berarti, setiap tahun hampir mengalami kenaikan 20 persen,” ujar Darsham.

Berdasarkan peningkatan jumlah siswa/mahasiswa Indonesia yang belajar ke luar negeri, tak bisa disangkal, bahwa pendidikan memang tidak mengenal resesi. Dalam keadaan apa pun, pendidikan akan selalu dibutuhkan.

Pasar yang bagus

Bermarkas di Menara Danamon di kawasan Mega Kuningan, Deby menjelaskan, Singapore Tourism Board adalah lembaga Pemerintah Singapura yang hanya memberikan informasi umum, bukan sebagai agen pendidikan. Adapun agen-agen yang boleh ”menangani” calon siswa/mahasiswa yang akan belajar di Singapura adalah agen yang mendapat semacam lisensi, Singapore Education Specialist.

”Memang hingga kini ada sekitar 30 perguruan tinggi swasta di Singapura yang aktif berpromosi di Indonesia. Itu sebabnya, jumlah mahasiswa Indonesia di Singapura paling banyak berasal dari Jakarta, Surabaya, dan Medan,” lanjut Deby.

Sementara itu, kebanyakan mahasiswa Indonesia yang belajar di Malaysia berasal dari Sumatera. ”Ini bisa dipahami karena dari Aceh, Riau, Medan, atau Padang jauh lebih dekat ke Malaysia daripada ke Jakarta. Apalagi, menurut survei, Jakarta merupakan kota termahal ke-11 di Asia. Sedangkan Kuala Lumpur masuk dalam kota ke-33 termahal. Penentuan itu didasarkan pada harga sewa hotel, transportasi, serta makanan. Tentu saja kota termahal di Asia masih diduduki Tokyo, Korea, dan lainnya,” ujar Darsham.

Melihat peningkatan arus siswa/mahasiswa Indonesia yang belajar ke luar negeri, secara tidak langsung hal itu juga menguatkan pendapat, bahwa negeri berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa ini merupakan pasar yang bagus.

Banyak kesamaan

Besarnya jumlah siswa/mahasiswa Indonesia di Singapura dan Malaysia tentu tidak lepas dari berbagai faktor. Pertama, siswa/mahasiswa Indonesia tidak akan mengalami kejutan budaya bila belajar di Singapura atau Malaysia.

”Cuma isu terakhir terkait hubungan Indonesia-Malaysia membuat kami harus diam. Padahal, jujur kami akui, 80 persen hingga 90 persen penduduk Malaysia itu datang dari Jawa, Aceh, Riau, Padang, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya. Mereka datang sejak zaman Belanda dulu. Dalam tubuh saya ini juga masih mengalir darah Bugis karena leluhur saya berasal dari Sulawesi,” kata Darsham.

Kedua, dari segi geografis, jarak tempuh dari Indonesia ke Singapura dan Malaysia tidak terlalu jauh. Bahkan, apabila ingin ke Kuala Lumpur atau Singapura, masyarakat Indonesia yang tinggal di Batam, Riau, Aceh, Medan, dan Padang tidak memerlukan waktu terlalu lama.

Ketiga, cuaca di Singapura, Malaysia, dan Indonesia boleh dikatakan sama, tak ada perbedaan. Keempat, makanan yang ada di Malaysia, Singapura, dan Indonesia juga tidak jauh beda.

”Karena berbagai kesamaan itulah, banyak siswa dan mahasiswa Indonesia memilih Singapura dan Malaysia untuk belajar. Dulu, Australia menjadi tujuan utama studi. Tetapi, jarak yang jauh dan urusan visa yang sering memakan waktu membuat siswa dan mahasiswa Indonesia berpaling ke Malaysia atau Singapura. Kebetulan banyak universitas asing, juga dari Australia, yang membuka cabang di dua negeri itu. Juga kualitas pendidikan di Singapura dan Malaysia yang semakin bagus, membuat dua negeri itu menjadi tujuan utama,” tutur Diana, yang mengantar putranya mengunjungi pameran pendidikan luar negeri pada Agustus lalu di Jakarta Hilton Convention Center.

Alasan senada ditambahkan Darsham. ”Kalau anak rindu orangtua atau orangtua rindu anak, dalam sekejap bisa saling bertemu di Malaysia, Singapura, atau Indonesia. Bahkan, kini banyak orangtua yang sambil berakhir pekan menengok anak- anaknya yang sedang belajar di Kuala Lumpur atau Singapura,” katanya.

Tanggung jawab

Upaya mempromosikan pendidikan yang diadakan Malaysia maupun Singapura dilakukan dengan memberikan jaminan. Malaysia, misalnya, untuk membangun pendidikan menyediakan anggaran 30 persen dari total anggaran.

Untuk memudahkan pembangunan pendidikan, Malaysia ”membagi” dua kementerian, yaitu Kementerian Pelajaran yang membawahkan jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga SMA. Sementara Kementerian Pengajaran Tinggi khusus mengurusi jenjang pendidikan D-3 hingga S-3.

Masing-masing kementerian mempunyai tugas sendiri-sendiri. Kementerian Pelajaran bertugas untuk terus mengembangkan sekolah, termasuk pembaruan kurikulum dari waktu ke waktu. Adapun Kementerian Pengajaran Tinggi terus berusaha mendorong perguruan tinggi di Malaysia untuk mencapai standar internasional, baik sistem maupun program- programnya.

Di Singapura, pemerintah setempat selain memacu tiga universitas negeri, -National University of Singapore, Nanyang Technological University, dan Singapore Management University, -untuk mencapai standar internasional juga memberlakukan aturan ketat terhadap sekolah dan universitas swasta. Kini ada sekitar 300 lembaga pendidikan swasta (private education organization/PEO) di Singapura.

”Untuk melindungi siswa dan mahasiswa asing, Kementerian Pendidikan Singapura memberlakukan peraturan amat ketat terhadap PEO. Ada tiga hal yang harus dijalankan oleh perguruan swasta, yaitu piawai dalam bidang akademik, mampu mengelola dan mengorganisasi dengan andal, dan memberikan jaminan proteksi terhadap siswa atau mahasiswa. Ini untuk menjaga jangan sampai siswa atau mahasiswa asing tertipu,” ujar Deby Nasution.

Melihat betapa seriusnya negara tetangga, -Singapura dan Malaysia, -mereka yakin bahwa pendidikan tidak mengenal resesi. Kapan pun, manusia memerlukan pendidikan. Keadaan ini menyentak kita untuk berpaling kepada pendidikan dalam negeri. Kapankah kualitas pendidikan kita benar-benar bertaraf internasional? Kita tunggu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com