Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Minta Semua Masalah Diurai

Kompas.com - 30/10/2009, 05:15 WIB
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Rembuk Nasional atau National Summit 2009 menjadi wadah dalam mengungkapkan berbagai hambatan dunia usaha. Ketidakharmonisan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan masih sangat dirasakan menghambat kegiatan usaha.

Berbagai keluhan itu terungkap dalam National Summit 2009 yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Kamis (29/10). Rembuk Nasional yang dikoordinasikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berlangsung hingga Jumat ini, membahas bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan reformasi birokrasi.

Dalam kesempatan itu, Presiden Yudhoyono mengatakan, untuk mencapai sasaran pembangunan, semua potensi dan sumber daya harus dikerahkan dan disatukan, serta semua persoalan diurai. Tabrakan antardepartemen, aturan yang tidak klop, listrik tidak ada, dan masalah lain harus diurai. Jangan dalam enam bulan, masalah tidak ke mana-mana, jangan hanya sekadar yang penting lebih baik.

Semua ini untuk mencapai sasaran 2014, target pertumbuhan ekonomi 7 persen, pengangguran turun 5-6 persen, dan kemiskinan turun 8-10 persen. Investasi tinggi perlu agar ekonomi bergerak, diutamakan dari dalam negeri, dan 10-15 persen di antaranya dari anggaran pemerintah.

Dengan penataan lebih baik, kata Presiden, diharapkan setiap provinsi tumbuh dan perdagangan dalam negeri antarpulau makin bergairah. ”Tripple track strategy tetap berlaku. Apa gunanya pertumbuhan ekonomi kalau yang tumbuh yang itu-itu saja. Kita harus propertumbuhan, prolapangan kerja, dan propengentasan kemiskinan,” ujarnya.

Presiden juga menyinggung soal metodologi pendidikan nasional yang perlu dibenahi. ”Coba sejak SD, SMP, SMA, jangan guru aktif, siswa pasif, sekadar ujian, rapor, kertas. Kalau itu yang dipilih, anak-anak kita tidak akan berkembang inovasi dan kreativitasnya. Perlu reformasi pendidikan nasional agar bisa mengembangkan kewirausahaan dan inovasi,” katanya.

Presiden sebelumnya mengatakan ada tiga kunci sukses membangun bangsa, yaitu semangat pantang menyerah harus dimiliki, persatuan dan kebersamaan, serta jati diri. ”Boleh memuji bangsa lain, tetapi jangan menghina bangsa sendiri,” ujarnya.

Selain itu, perlu stabilitas politik, kerukunan sosial, manajemen, kepemimpinan, dan kemitraan. Pemerintah dan dunia usaha tidak bisa berjalan sendiri, tetapi mesti bersinergi.

Diakui, masih ada sejumlah masalah yang dihadapi, antara lain defisit listrik di sejumlah daerah, tumpang tindih tata ruang, regulasi yang menghambat investasi, investor batal menanamkan modal di Indonesia, dan banyak potensi belum tergarap optimal. ”Kerja sama terus berkembang, jangan jadi obyek dalam globalisasi, tetapi juga jadi pelaku aktif,” kata Presiden.

Pada kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memaparkan, dari hasil pertemuan nasional bidang ekonomi itu terungkap komitmen untuk menerapkan harmonisasi legislasi dan sinkronisasi regulasi yang tumpang tindih antardepartemen. Selain itu, perlu ada pembiayaan pembangunan berbagai bidang, baik lewat penerbitan peraturan presiden maupun regulasi lain.

Hatta mengatakan, pihaknya memastikan adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Itu perlu karena biaya tinggi dalam investasi menyebabkan penanaman modal terhambat.

Masalah pembiayaan

Pengusaha Sandiaga S Uno seusai rapat tertutup tentang usaha mikro, kecil, dan menengah mengatakan, perdebatan sangat kental dalam membahas berbagai hambatan usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama pembiayaan. Berbagai usulan Kadin Indonesia sudah diakomodasi untuk diprioritaskan pemerintah.

Menteri Perindustrian MS Hidayat lebih menyoroti hambatan dari aspek ketenagakerjaan. Daya serap perekonomian terhadap tenaga kerja baru tidak memadai karena setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya sanggup menciptakan 350.000 lapangan kerja baru. Padahal, untuk menurunkan tingkat pengangguran dibutuhkan penciptaan 500.000 lapangan kerja baru dari setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi.

Secara terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai Rembuk Nasional yang digelar ini kurang berwajah kerakyatan dan terkesan tidak peduli suara rakyat. Pasalnya, pertemuan itu tidak melibatkan unsur-unsur masyarakat madani.

”Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Presiden SBY tentang perlunya kebersamaan semua elemen bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa,” ujar Din.

(HAR/OIN/OSA/EVY/MAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com