Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rembuk Nasional, Penahanan Pimpinan KPK dan Adam Smith

Kompas.com - 31/10/2009, 05:20 WIB
 
 

 

Andi Suruji

KOMPAS.com - Boleh juga! Begitulah mungkin kita bergumam setelah melihat ”gebrakan” Kabinet Indonesia Bersatu II. Sehari setelah dilantik, para menteri mengikuti rapat kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Esoknya, mereka menggelar pertemuan dengan kalangan pengusaha. Hari itu, Wakil Presiden Boediono juga rapat bersama tiga menteri koordinator.

Memang berat tantangan Kabinet Indonesia Bersatu II. Ekspektasi publik tentu sangat tinggi, berbanding lurus kemenangan besar SBY-Boediono dalam pemilihan umum. Harapan lain adalah tidak bergantinya presiden. Wakil Presiden Boediono pun bukan orang baru di pemerintahan. Ia pernah menjadi Menteri Keuangan, kemudian Menko Perekonomian, lalu ke pos Gubernur Bank Indonesia. Ada juga menteri yang tidak diganti dan sejumlah wajah lama hanya berpindah pos.

Ekspektasi publik tinggi juga lantaran waktu pengumuman pemenang pemilu sampai masa jabatan presiden dan wakil presiden serta kabinetnya berakhir relatif cukup lama. Dengan demikian, asumsinya, apa yang hendak dikerjakan presiden- wakil presiden sebagai pemegang mandat rakyat dalam lima tahun ke depan harusnya sudah jelas.

Karena itu, kabinet seharusnya memang langsung tancap gas, bekerja keras menunjukkan kinerja yang akseleratif. Sangat mahal, bahkan terlalu mewah meminta waktu 100 hari ke depan tanpa menunjukkan kinerja awal yang jelas.

Digelarlah rembuk nasional (national summit). Masyarakat antusias mengikutinya. Presiden mengajak semua komponen bangsa bersatu dalam semangat kebersamaan untuk membangun negeri, yang dalam banyak hal memang harus diakui tertinggal jauh dibandingkan dengan bangsa dan negara lain.

Seharusnya rembuk nasional ini dijadikan gong pertama pembangunan lima tahun ke depan. Soalnya, rembuk nasional bukan hanya merembukkan persoalan di wilayah kementerian koordinator bidang perekonomian, tetapi juga bersinergi dengan kementerian koordinator lain, yakni politik, hukum, dan keamanan, serta bidang kesejahteraan rakyat.

Ketiganya memang saling terkait erat. Kesejahteraan rakyat hanya bisa ditingkatkan dengan memajukan perekonomian. Perekonomian bisa maju jika tercipta ketertiban hukum, kestabilan politik, dan keamanan nasional yang terjaga.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam beragam forum, dengan bahasa yang sangat sederhana, tak bosan-bosan menekankan pentingnya memajukan perekonomian bangsa. Tidak ada bangsa yang dihargai begitu tinggi di forum internasional tanpa pencapaian kemajuan ekonomi. Negara miskin hanya dibicarakan untuk diberikan bantuan.

Oleh karena itu, rembuk nasional seharusnya menjadi momentum yang baik bagi pemerintah untuk ”menasionalkan” programnya, yang mengajak semua komponen bangsa bersatu membangun negeri. Media massa pun begitu antusias meliput acara itu. Akan tetapi, strategi public relations pemerintah sangat buruk.

Sengaja atau tidak, pada hari pelaksanaan rembuk nasional untuk membicarakan persoalan ekonomi dan upaya yang akan dilakukan untuk memacu perekonomian, di wilayah ”hukum” terjadi penahanan dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif. Akibatnya perhatian media massa tersedot ke peristiwa terakhir. Media cetak, surat kabar umum, juga pada umumnya mengangkat persoalan penahanan tersebut. Hanya media ekonomi yang memberi porsi besar pemberitaannya di halaman utama mengenai materi rembuk nasional itu.

Jadi, mana koordinasi dan sinkronisasi langkah yang dijanjikan ketiga menko?

Seandainya koordinasi itu baik, mungkin ”sesama bus kota tidak saling telikung”. Kalau memang polisi hendak melakukan penahanan—apalagi sudah bisa dipastikan bakal menuai kontroversi— mungkin sebaiknya satu atau dua hari berikutnya supaya program rembuk nasional tersosialisasikan lebih dahulu karena mendapat pemberitaan yang baik di media. Jadi, antarinstansi tidak saling mendahului. Ah, ini sekadar gumaman dari seorang pekerja komunikasi.

Atau mungkin juga karena semua antusias hendak ”mengukir” prestasi dalam waktu 100 hari program kabinet? Supaya tidak dicopot Pak SBY kalau tidak ada ”prestasinya”?

Akhirnya, rembuk nasional hanya sayup-sayup terdengar, mendapat porsi liputan yang tidak sehebat penahanan pimpinan KPK. Padahal, rembuk nasional itu sendiri pun sebenarnya banyak disangsikan orang karena dinilai hanya sekadar membuat kemasan baru dari persoalan lama yang kondisinya tak kunjung membaik signifikan.

Kekurangan energi, buruknya infrastruktur, transportasi yang kacau, mahalnya pembiayaan investasi dan modal kerja, aturan yang tumpang tindih dan tidak memihak kepentingan domestik, ketenagakerjaan, perpajakan, dan birokrasi yang lemah merupakan sederet persoalan yang terus dikeluhkan pengusaha sebagai pelaku utama pembangunan ekonomi.

Dalam bukunya, Clintonomic$, Jack Godwin mengingatkan petuah Adam Smith (1723-1790), filsuf Skotlandia dan penulis Wealth of Nation yang terkenal itu. Godwin mengutip Smith bahwa tiga tugas dasar pemerintahan adalah pertahanan, keadilan, dan pekerjaan umum.

Hal itu, menurut Godwin, berarti pemerintah harus melindungi masyarakat dari kekerasan dan serbuan asing; memelihara suatu sistem hukum dan tatanan publik untuk melindungi setiap anggota masyarakat dari anggota masyarakat lainnya; dan membangun infrastruktur publik untuk mempermudah perdagangan, pendidikan, dan layanan lainnya yang bermanfaat tetapi belum tentu mendatangkan keuntungan.

Sesungguhnya itulah persoalan pokok pembangunan kita juga sekarang ini, yang belum tuntas juga sejak dulu. Akan tetapi, melihat hiruk pikuk kabinet pada awal masa tugasnya, bolehlah kita menaruh sedikit harapan yang lebih baik ketimbang lima tahun lalu.

Cuma, harus diingat bahwa hiruk pikuk guntur dan petir tidak selamanya membawa hujan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com