Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Lupakan Pendidikan di Pedalaman!

Kompas.com - 02/11/2009, 10:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan anak bangsa tidak terjadi di ruang hampa, melainkan berada dalam realita perubahan sosial yang sangat dahsyat. Sekolah merupakan salah satu subsistim dari keseluruhan sistim pendidikan yang terdiri dari sentra keluarga, masyarakat, media, dan sekolah.

Di saat bangsa Indonesia sedang bertransformasi menuju kesejajaran dengan bangsa-bangsa lain dalam upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium, hal itu tidaklah cukup dengan hanya menilai dari keberhasilan dan kemajuan prestasi anak-anak Indonesia yang terpilih di ajang-ajang internasional, sebutlah di Olimpiade Matematika atau Fisika misalnya.

Bahkan, prestasi segelintir anak berprestasi tersebut bisa memberikan pesan "menyesatkan" dan pembenaran atas berbagai fenomena pengabaian sebagian besar anak yang tertinggal.

Tantangan Khusus

Anak-anak yang hidup di daerah pedalaman Sumatera, Kalimantan, Papua dan pulau-pulau lain adalah bagian nyata dari masyarakat bangsa yang tidak cukup dicatat dalam angka partisipasi kasar dan murni maupun kelulusan dalam Ujian Nasional (UN).

Mendidik anak-anak di daerah-daerah terpencil merupakan tantangan khusus. Sebenarnya, jika tidak direkayasa, angka kegagalan yang ada terbilang sangat tinggi yang diakibatkan oleh berbagai sebab.

Sejatinya, guru-guru yang ditugaskan untuk mendidik anak-anak itu harus melandaskan segala pekerjaan dan pengabdiannya pada hati yang melayani. Tidak cukup bagi guru untuk berbekal ijazah dan sertifikasi, dan buku paket. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang peka dan peduli terhadap konteks budaya dan geografi di mana anak-anak ini tumbuh.

Strategi pembelajaran yang efektif bagi anak-anak itu juga harus memperhatikan beberapa aspek. Pertama-tama, guru perlu menghargai anak-anak tersebut dan tidak terpengaruh oleh tampilan fisik dan indikator-indikator yang diwarnai oleh bias perkotaan seperti mata pencaharian orang tua, tingkat pendapatan, kemiskinan, penguasaan bahasa Indonesia, logat berbahasa, dan cara berpakaian.

Lupakan dulu semua itu. Bias semacam itu akan sangat berbahaya karena sudah membentuk paradigma di kalangan para guru, bahwa anak-anak ini tidak akan berhasil.

Bahasa Daerah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com