Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prof Damsar: Komisi III DPR "Melawan" Kehendak Rakyat

Kompas.com - 06/11/2009, 09:19 WIB

PADANG, KOMPAS.com - Sosiolog dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Dr Damsar menilai, Komisi III DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kapolri "melawan" kehendak rakyat terkait kasus yang menimpa Bibit-Chandra, pimpinan KPK nonaktif.
   
"Tampaknya elite politik di Komisi III tidak pro kepada rasa keadilan rakyat. Hal itu sikap yang ditunjukkan dalam rapat dengan Kapolri, Kamis malam," kata Damsar, di Padang, Jumat.
    
Dosen sosiologi politik Unand itu juga mempersoalkan tidak "fair"nya antara rapat kerja dengan pimpinan KPK yang digelar tertutup, dengan rapat dengan Kapolri yang terbuka. "Kenapa kesannya tidak ’balance’, kenapa rapat dengan Kapolri saja yang terbuka, dengan KPK tertutup," kata ketua Program Studi Administrasi Negara Unand itu.
   
Sangat disayangkan, kata dia, elite rakyat yang seharusnya menyuarakan rasa keadilan rakyat justru mengambil posisi yang berlawanan dengan aspirasi dan rasa keadilan rakyat. Menurut Damsar, rakyat sebenarnya punya metode hukum sendiri dalam menyikapi berbagai realitas yang terjadi.
   
Dalam kasus yang menimpa pimpinan KPK nonaktif misalnya, rekaman KPK yang diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK), telah dipandang sebagai kebenaran. "Masyarakat mempertanyakan kenapa Anggodo yang sudah ’mengobok-obok’ hukum justru dibiarkan bebas," kata dia.
   
Dengan kejadian seperti itu, rasa keadilan masyarakat benar-benar tercabik-cabik karena adanya perlakuan yang tidak ’fair’. Menurut dia, Bibit-Chandra yang sudah diperlakukan tidak adil,  melaporkan kasusnya ke MK karena institusi tempatnya bernaung dikriminalisasi sebuah dugaan rekayasa hukum.
   
Sejatinya, kata Damsar, Komisi III DPR juga memberikan ruang keadilan bagi setiap mereka yang mencari keadilan, termasuk KPK. Damsar mengkhawatirkan kasus KPK menjadi "starting point" bagi munculnya "people power" seperti kasus 1998. Kasus 1998 terjadi karena DPR menutup mata dan telinganya terhadap aspirasi rakyat.
   
"Jangan sampai kasus serupa terulang. Dan ini menjadi momentum bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menegakkan reformasi hukum," ujar dia. Salah satu yang terpenting, kata dia, rasa keadilan masyarakat telah dicederai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com