Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soetanto, Mendidik dan Menggali Kepintaran

Kompas.com - 18/11/2009, 19:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di balik pencapaian gelar profesor dan empat doktor sekaligus dari empat universitas berbeda di Jepang, Ken Kawan Soetanto punya pengalaman penuh liku.

”Apa bisa orang Indonesia mengajar orang Jepang?” begitu ungkapan yang merendahkan dia sewaktu mengajukan diri menjadi dosen di salah satu universitas di Jepang setelah meraih gelar doktor keduanya pada 1988. Dengan dana beasiswa Pemerintah Jepang dan semangat belajar tinggi, Soetanto, panggilannya, menjadi guru besar di beberapa universitas di Jepang.

Di Amerika Serikat, tahun 1988-1993, ia menjadi associate professor di Universitas Drexel dan Universitas Thomas Jefferson, Philadelphia. Sejak 2005 ia menjadi guru besar Venice International University, Italia.

Keahlian Soetanto bisa ditelusuri dari minat studinya. Keempat gelar doktor dia peroleh di bidang aplikasi rekayasa elektronika dari Tokyo Institute of Technology (1985), ilmu kedokteran dari Universitas Tohoku (1988), ilmu farmasi dari Science University of Tokyo (2000), dan ilmu pendidikan dari Universitas Waseda (2003).

”Sejak 2003 saya memegang rekor gelar empat doktor sekaligus di Jepang,” katanya.

Dari pengembangan interdisipliner ilmu elektronika, kedokteran, dan farmasi, dia menghasilkan 29 paten di Jepang dan 2 paten di AS. Pencapaian riset dengan paten paling mutakhir diakui di Jepang, yakni The Nano-Micro Bubble Contrast Agent. Pemerintah Jepang melalui NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development Organization) memberinya penghormatan sebagai penelitian puncak di Jepang dalam rentang 20 tahun, 1987-2007.

”Itu riset smart medicine atau obat cerdas yang mampu menelusuri sistem jaringan pembuluh darah untuk mencari sel-sel kanker dan melumpuhkannya,” kata Soetanto.

Mendidik itu menggali

”Negara tanpa riset akan lemah. Riset harus dikembangkan melalui pendidikan yang baik,” kata Soetanto.

Pemikiran mengenai pendidikan yang baik, menurut Soetanto, kembali pada pengertian to educe, yaitu untuk menggali. Pendidikan itu menggali kemampuan atau kepintaran diri setiap orang. Pendidikan tidak mendiskriminasikan kondisi fisik seseorang dan tidak membatasi kemampuan ekonominya. Pendidikan untuk menggali kepintaran setiap orang, termasuk orang yang kehilangan semangat belajar atau yang dianggap bodoh. Pendidikan tidak hanya untuk orang kaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com