Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumus Kelulusan Harus Diperbaiki

Kompas.com - 04/12/2009, 16:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Sesuai teori evaluasi pendidikan, pengukuran kemampuan anak harus menggunakan standar norma. Sementara itu, standar mutlak digunakan untuk mengukur mutu pendidikan secara menyeluruh dan tidak menjadi penentu kelulusan karena hanya bersifat pemetaan.

Demikian hal itu dikemukakan oleh pakar pendidikan Arief Rachman, Kamis (3/12) malam. "Jika menggunakan standar norma, berarti UN harus memperhitungkan rata-rata kekuatan daerah dan setiap anak didik. Memang rumit tetapi ini cara yang benar. Jangan pilih yang mudah tetapi salah," ujarnya.

Secara teori, proses evaluasi akhir dari proses pendidikan memang harus ada. Namun, secara hukum terminologi UN itu tidak ada, yang disebutkan hanya evaluasi akhir. "Tetapi di PP 19 tahun 2005 muncul istilah UN. Ini yang harus diluruskan supaya antara PP dengan UU Sisdiknas konsisten," kata Arief.

Dalam evaluasi akhir yang berfungsi sebagai pemetaan, yang harus diperhatikan adalah kekuatan rata-rata daerah masing-masing. Namun, yang terjadi pada UN saat ini justru penilaian terhadap anak didik dipukul rata, sama dengan standar minimal kelulusan yang hanya memerhatikan nilai mentah. Disinilah letak kekeliruannya.

"Kalau mengadakan UN seperti sekarang jelas melanggar prinsip keadilan pendidikan, sebab rumus yang dipakai juga keliru. Yang sedang dinilai itu apa, mutu pendidikan Indonesia atau anak didik. Dengan evaluasi itu nanti bisa kita gunakan untuk menyusun strategi perbaikan mutu pendidikan setiap daerah," kata Arief.

Untuk mengetahui secara persis hasil proses belajar mengajar pada anak didik, penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari absensi, akhlak, prestasi selama tiga tahun, ujian sekolah hingga UN. Untuk menilai secara obyektif kemampuan anak didik perlu ada rumusan evaluasi yang mencakup seluruh aspek dari kepala sekolah dan dewan guru sebagai pihak yang paling mengetahui perkembangan anak didik.

"Hasil UN seharusnya diramu dengan hasil penilaian sekolah oleh kepala sekolah dan dewan guru sehingga sekolah memiliki wewenang dan kekuatan. Tetapi sekali lagi pihak sekolah juga harus jujur dalam memberikan penilaian untuk kelulusan anak didiknya," kata Arief.

Daripada kontroversi pelaksanaan UN terus berlanjut, Arief mengusulkan ada baiknya ada masa transisi selama 2-3 tahun untuk memperbaiki dan menyempurnakan pelaksanaan evaluasi proses pendidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com