Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerapan Kurikulum Kewirausahaan Mendesak

Kompas.com - 16/12/2009, 19:33 WIB

SURABAYA,KOMPAS.com - Penerapan program kewirausahaan dalam kurikulum pendidikan nasional harus segera direalisasikan. Dengan memiliki jiwa kewirausahaan, maka setiap lulusan sekolah maupun perguruan tinggi bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan bukan sekedar menjadi pencari kerja.  

Demikian penuturan Ciputra, pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), Rabu (16/12) di sela acara Karet Nusantara Award dan Teh Nusantara Award di Hotel JW Marriot, di Surabaya. "Ini (program kewirausahaan) keputusan dari presiden saat rembuk nasional 2009 (national summit 2009) tanggal 29 Oktober lalu. Program kewirausahaan akan masuk dalam kurikulum nasional mulai dari taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, hingga sekolah informal," ucapnya.

Menurut Ciputra, dengan penanaman jiwa wirausaha, maka masyarakat Indonesia bisa mengolah kekayaan alam menjadi barang yang memiliki nilai tambah. Dengan demikian, bangsa Indonesia tak terperangkap dalam mata rantai perdagangan luar negeri.

"Bahan-bahan kekayaan alam dalam negeri harus kita olah sendiri tanpa harus dikuasai luar negeri. Karena itu, pelaksanaan program wirausaha di sekolah dan perguruan tinggi harus segera dilakukan," kata Ciputra.

Pelatih wirausaha minim

Bagi Ciputra, salah satu kendala dalam pena naman jiwa kewirausahaan adalah minimnya pelatih wirausaha. "Pelatih wirausaha kita kurang dan masih harus mendatangkan dari luar negeri. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengirim 10 orang dan UCEC mengirim lima orang untuk dilatih di luar negeri sebagai pelatih wirausaha. Pendidikan pelatih wirausaha berlangsung selama enam bulan," ujarnya.

Pengangguran turun

Di Jatim, angka pengangguran dari tahun 2008 hingga 2009 turun 25,43 persen. Jumlah penganggur yang pada Agustus 2008 sebanyak 1,296 juta orang turun menjadi 1,033 juta orang pada Agustus 2009.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Irlan Indrocahyo sebagian besar tenaga kerja di Jatim bekerja pada sektor informal. "Sekitar 73,12 persen tenaga kerja di Jatim bekerja pada sektor informal," ungkapnya.

Menurut Irlan, sektor informal memang menawarkan peluang kerja yang lebih fleksibel, tapi masih lemah dalam jaminan keberlangsungan pekerjaan. Pekerja sektor informal sangat rentan terhadap gejolak ekonomi dan tak memiliki pendapatan menentu. "Pada umumnya mereka juga tak dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, asuransi kecelakaan, hingga jaminan pensiun," kata Irlan.

Pada periode Agustus 2009, jumlah pekerja sektor informal di Jatim sebesar 14,116 juta orang atau sekitar 73,12 persen dari total pekerja sebanyak 19,305 juta orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor formal hanya 5,188 juta orang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com