Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: "Impeachment" Belum Ada Relevansi dengan Kasus Century

Kompas.com - 23/12/2009, 20:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan masih terlalu jauh menggunakan impeachment (pemakzulan) untuk menurunkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau Wakil Presiden Boediono dari jabatannya.

"Jarak antara kasus Century dan proses impeachment masih jauh," kata Mahfud kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (23/12/2009). "Belum waktunya, belum ada relevansinya," katanya.

Terkait kasus Century yang sedang bergulir, secara hukum tata negara, setidaknya ada dua jembatan besar yang harus dilalui untuk menggulingkan wapres dari takhtanya. Pertama, Pansus Angket Century harus sepakat menetapkan terjadi pelanggaran yang dilakukan Boediono. Kedua, hasil itu dibawa dalam Rapat Paripurna DPR untuk yang harus dihadiri sekurangnya dua pertiga anggota dan disetujui dua pertiga anggotanya yang hadir.

Namun, arah itu sulit terwujud dengan komposisi partai koalisi pendukung pemerintah di DPR. "Kalau Partai Demokrat menggandeng satu partai saja untuk menyatakan tidak, maka tidak akan tercapai dua pertiga itu," ujarnya. "Pak SBY pintar menggalang koalisi itu," ujarnya sembari tersenyum.

Bila keputusan Rapat Paripurna menyetujui usulan tuduhan impeachment tersebut maka pendapat tersebut disampaikan kepada MK untuk mendapatkan putusan. Dan hanya apabila MK memutuskan membenarkan pendapat DPR, DPR kemudian menyelenggarakan Rapat Paripurna untuk melanjutkan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.

Secara hukum pidana, Mahfud menyatakan, langkah ini juga berlaku jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Wakil Presiden Boediono bersalah dalam kasus Bank Century. "Harus tetap parlemen yang memutuskan, tidak bisa dari KPK. Dan temuan KPK itu bisa jadi bahan untuk sidang MK nantinya," kata dia.

Saat ditanya soal DPR yang mengimbau Wapres Boediono nonaktif, Mahfud menegaskan, hal itu tidak ada dalam perundang-undangan. Lagi pula, presiden dan/atau wapres baru bisa dinonaktifkan jika melakukan pelanggaran hukum dengan keputusan pengadilan yang bersifat tetap (incrah).

Karena itu, Mahfud menganjurkan presiden ataupun wakil presiden untuk menolak tuntutan untuk mundur sementara dari jabatannya. "Dalam konstitusi kita, penonaktifan presiden atau wakil presiden tidak ada. Kalau imbauan itu kuat, tolak saja," ujar Mahfud.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK salah satunya adalah memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden. Wewenang MK lainnya adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (Persda Network/COZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com