Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies Baswedan: SBY Harus Ubah Gaya "Leadership"

Kompas.com - 29/12/2009, 12:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ini catatan akhir tahun tentang kepemimpinan SBY yang diungkapkan Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan.

Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode kedua kekuasaannya dalam dua bulan terakhir penuh "goncangan". Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan, kegoncangan yang terjadi menyebabkan ketidakpastian politik dan demokrasi. Kondisi ini, menurutnya, tidak seharusnya terjadi jika adanya kepemimpinan yang tegas dalam mengambil keputusan.

Anies, mantan anggota Tim Delapan yang memverifikasi kasus Bibit-Chandra, mencontohkan, Presiden tidak menunjukkan sikap tegas saat bersikap terhadap hasil akhir rekomendasi yang diberikan tim. "Kasus Bibit-Chandra sebenarnya soal leadership, keberanian. Hadapi saja seharusnya kelompok penentang. Tapi, ketika pemimpin posisinya to please everyone, maka dia akan kehilangan kewibawaan dari kelompok pendukung dan tidak berani menghadapi penentang," kata Anies saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun "Rekayasa Indonesia Baru", di Auditorium Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (29/12/2009).

Demikian pula untuk kasus Bank Century. Seharusnya, yang terjadi adalah politik mengikuti hukum (politics follow legal). "Tapi yang terjadi sebaliknya, legal follows politics. Ini bahaya sekali. Kalau pemimpin menyadari, ada aspek legal dan konsekuensi politik yang dihadapi, akan lebih baik," ujarnya.

Selama dua bulan kepemimpinan ini, menurut Anies, SBY seharusnya tak merasa menjadi satu-satunya Presiden yang menghadapi krisis. Untuk menghadapinya, dibutuhkan perubahan gaya kepemimpinan. Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu dinilai terlalu mengedepankan gaya memelas saat tampil di publik.

"Bicara krisis, bukan hanya SBY yang menghadapi. Tapi dihadapi jangan dengan tampil memelas. Orang kalau dalam posisi inferior, tampil memelas akan dikasihani. Kalau orang dalam posisi superior, memelas, tidak akan dikasihani," kata Anies.

Ia melanjutkan, "Yang penting muncul adalah leadership. Dalam dua bulan terakhir, gaya Presiden seperti itu tidak akan menguntungkan," ujarnya.

Dalam 5 tahun pertama kepemimpinannya bersama Jusuf Kalla, 2004-2009, Anies melihat, SBY lebih menjalankan komunikasi antara dirinya dan massa. Sedangkan komunikasi dengan kekuatan politik difungsikan oleh Kalla. "Sekarang, dikerjakan sendiri dan terbukti dalam dua bulan ini tidak dikelola dengan baik sehingga memunculkan riak-riak politik yang menguras energi," kata dia.

Dua bulan pertama kepemimpinan seharusnya memperlihatkan kepastian politik. Namun, kondisi yang terjadi sebaliknya. Anies membayangkan, pasca-Oktober (pelantikan Presiden-Wapres), pemerintahan akan mulai bicara tentang "isi" atau apa program yang akan dilaksanakan. "Dari Oktober seterusnya, kita justru menyaksikan political uncertainty," ujar Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com