Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Honorer Tuntut Perlakuan Sama

Kompas.com - 03/01/2010, 16:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk memperoleh hak perlindungan profesi, guru honorer dan guru wiyata bakti mendesak pemerintah segera melakukan validasi data sekaligus mempersiapkan proses seleksi sertifikasi bagi tenaga honorer dalam kurun waktu 6 bulan. Seperti halnya guru tetap dan pegawai negeri sipil, tenaga honorer juga membutuhkan perlindungan dari segala bentuk ancaman tindakan pelecehan yang dilakukan kepala sekolah hingga pemerintah daerah dan pusat.

Demikian mengemuka dalam Musyawarah Kerja Nasional III Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia (FTHSNI) yang diikuti perwakilan tenaga honorer dari 43 kabupaten/kota se-Indonesia, Sabtu (2/1/2010), di Jakarta.

Ketua Umum FTHSNI Ani Agustina mengungkapkan pihak kementerian pendayagunaan aparatur negara akan menggunakan dua pendekatan dalam menangani persoalan guru honorer dan wiyata bakti yakni pendekatan status dan pendekatan kesejahteraan.

"Pendekatan status diberlakukan pada guru honor dan wiyata bakti yang memenuhi persyaratan menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sementara pendekatan kesejahteraan diberlakukan pada mereka yang tidak memenuhi syarat. Kendalanya bisa beragam," kata Ani yang mengajar di SMA Negeri 1 Pringsurat, Temanggung, Jawa Tengah.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo menambahkan, pemerintah harus segera menerbitkan peraturan pemerintah untuk melindungi guru tidak tetap, guru honorer, dan wiyata bakti terutama bagi mereka yang tidak memenuhi syarat menjadi CPNS karena alasan tertentu. Perlindungan itu juga harus dimulai sejak perekrutan, pembinaan, penggajian, hingga jaminan di hari tua.

Perlindungan untuk tenaga honorer ini dinilai penting karena tidak adanya jaminan dan ketenangan kerja. Menurut beberapa perwakilan yang hadir, banyak tenaga honorer yang diberhentikan tiba-tiba oleh sekolah. Apalagi jika ada guru baru atau tenaga baru yang direkrut sekolah maka tenaga honorer akan menjadi pihak yang paling cepat disisihkan.

Ketenangan dalam bekerja termasuk kejelasan upah minimum menurut Sulistiyo harus difasilitasi dalam peraturan pemerintah. Untuk sementara menurut rancangan peraturan pemerintah yang sedang disusun terkait upah minimum guru, guru akan diberi penghargaan sama dengan gaji guru PNS golongan terendah yakni III A dengan masa kerja 0 tahun.

"Upah buruh saja ada upah minimum regional. Tetapi guru yang mendidik anak manusia upah minimalnya kok tidak diatur. Ini kan keterlaluan. Sebelum 2014 harus ada aturan upah minimum guru," kata Sulistiyo.

Apabila tenaga honorer tidak kunjung mendapat upah yang wajar, PGRI akan mulai melakukan upaya-upaya hukum dan bisa jadi memperkarakan bupati, walikota hingga presiden karena tidak memberikan penghargaan kepada guru. Selain itu Sulistiyo juga mengingatkan selambat-lambatnya tahun 2014 seluruh guru apapun statusnya- harus diikutsertakan dalam program sertifikasi.

"Dalam undang-undang guru dan dosen tidak disebut guru honor dan wiyata bakti tidak bisa ikut sertifikasi. Logikanya, tahun 2015 semua guru sudah dapat tunjangan profesi karena dalam UU guru dan dosen disebutkan selambat-lambatnya 10 tahun guru harus sudah punya sertifikat," tambah Sulistiyo.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com