Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah RSBI Perlu Disidak

Kompas.com - 27/01/2010, 14:20 WIB

Bandung, Kompas - Rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) perlu ditinjau ulang. Pada praktiknya, RSBI lebih sarat nuansa komersial, yaitu meraup dana sebanyak mungkin, sedangkan peningkatan mutu diabaikan.

Hal itu diungkapkan pakar pendidikan, Arief Rachman, di sela-sela seminar "Menyikapi Polemik Pelaksanaan Ujian Nasional" yang diadakan Federasi Guru Independen Indonesia Kota Bandung, Senin (25/1) di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia.

Menurut Arief, konsep RSBI didasari semangat memperbaiki mutu pendidikan di Tanah Air dan tidak tertinggal dari persaingan internasional. Akibatnya, muncul syarat pembelajaran harus dilakukan dengan pola bilingual, fasilitas teknologi informasi mumpuni, dan jejaring kemitraan internasional.

"Dalam perjalanannya, RSBI jadi punya nilai jual tinggi. Sebelum seluruh syarat dan proses itu benar-benar terpenuhi, label RSBI muncul di mana-mana. Penyimpangan ini mengarah ke arah komersialisasi (pendidikan)," ujar Arief.

Ia pun tak heran ketika mendengar kabar ada SMA RSBI di Kabupaten Bekasi yang statusnya diturunkan lagi. "Saya setuju, ini harus bisa jadi hukuman. Sidak saja seluruh RSBI. Kita lihat apanya yang internasional," ungkapnya.

Terlalu mudah

Menurut guru besar Universitas Negeri Jakarta ini, pemerintah terlalu mudah memberikan status RSBI kepada sekolah. "Di setiap daerah, kabupaten/kota diminta setidaknya ada satu RSBI. Ini harus disesuaikan dengan kemampuan dan komponen yang dipenuhi. Tidak bisa dipaksakan," ujarnya.

Koordinator Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP) Dan Satriana menganggap konsep RSBI salah alamat. Di tengah banyaknya persoalan aksesibilitas dan kesenjangan kualitas pendidikan, RSBI tidak cocok diterapkan di sekolah negeri yang mendapat subsidi pemerintah.

"Celakanya, yang dijadikan sasaran RSBI justru sekolah negeri. Padahal, sekolah negeri dibuat untuk mereka yang tidak lagi punya pilihan lain. Kalau yang punya alternatif, duit banyak, jangankan swasta, ke luar negeri juga bisa," tuturnya.

Ia khawatir anak dari golongan ekonomi kurang mampu kian sulit memperoleh pendidikan murah dan bermutu. Sebagai contoh, dua SMP favorit di Bandung tahun ini berancang-ancang tidak lagi membuka jalur umum penerimaan siswa baru. Seluruhnya kelas RSBI.

Padahal, untuk masuk di sekolah atau kelas RSBI, siswa harus membayar dana awal setidaknya Rp 10 juta. Jika masuk melalui jalur umum, biayanya gratis.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Furqon, menuturkan, ketentuan mengenai RSBI diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, termasuk agar setiap kabupaten/kota setidaknya punya satu RSBI. "Aturannya berbunyi demikian, kita tidak bisa apa-apa," katanya. (jon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com