Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Multiaspek, Dampak Negatif UN

Kompas.com - 28/01/2010, 20:06 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com -  Kebijakan ujian nasional dinilai memiliki serangkaian dampak negatif, mulai aspek ekonomi, psikologis hingga moral. Untuk itu, sangat mengherankan jika UN tetap dipertahankan pemerintah.

Penilaian ini disampaikan para pengamat pendidikan, guru, orangtua siswa, dan lembaga swadaya masyarakat dalam jumpa pers Tolak UN Sebagai Penentu Kelulusan , Kamis (28/1) di Gedung Indonesia Menggugat. Hadir perwakilan dari Education Forum, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Koalisi Pendidikan Kota Bandung, Tim Advokasi Korban UN (Tekun), dan Gerakan Siswa Bersatu (GSB).

Menurut Ketua FGII Jabar Ahmad Taufan, UN lebih banyak mudaratnya, ketimbang manfaatnya. Berbagai persoalan muncul akibat tetap dipaksanakannya penyelenggaraan UN, mulai dari pengabaian produk hukum yaitu Putusan Mahkamah Agung , aspek pemborosan biaya hingga lebih dari Rp 500 miliar, ditambah kecenderungan degradasi moral akibat praktik kecurangan UN.  

"Daripada menghambur-hamburkan uang untuk UN, bukankah lebih baik digunakan untuk memperbaiki fasilitas. Bayangkan berapa banyak RKB (ruang kelas baru) yang bisa dibuat dari biaya UN (Rp 500 miliar) ini? Belum lagi, biaya yang keluar dari orangtua siswa," ucap guru SDN Merdeka ini lantang.

Menurut Koordinator Education Forum, Suparman , jika UN terus dibiarkan berjalan dengan konsep yang sekarang ini, sama saja pemerintah tanpa sadar membiarkan pelanggaran HAM, khususnya memyangkut hak anak, terus-menerus. "Jika terus dipaksakan, ini membangun citra yang buruk bagi pemerintah, terutama dalam program 100 hari," ungkapnya.

Nenden Rosana, perwakilan dari Forum Orangtua Siswa Bandung Raya, merasa heran, pemerintah tetap keukeuh untuk melakukan UN. "Padahal, jelas-jelas, banyak keluhan muncul dari orangtua maupun siswa terkait pengadaan UN. UN telah menimbulkan beban fisik, psikis, dan materi. Juga melanggar hak asasi," tuturnya.  

Dengan adanya UN ini, kami merasa sangat tidak nyaman. Secara tidak langsung menciderai hak kami. Komnas HAM sudah mengakui ini. "Makanya, sikap lembaga tinggi negara yang masih menginginkan UN berjalan, menurut kami, adalah sikap yang tidak baik. Kekanak-kanakan, memaksakan kehendaknya," ungkap Luthfi Octufian, Ketua Gerakan Siswa Bersatu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com