Medan, Kompas -
Demikian diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Sumatera Utara Prof Guslihan Dasa Tjipta dalam konferensi pers di Hotel JW
Dia mengatakan, beberapa daerah, seperti Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, tidak ada dokter spesialis anak. Di Nias hanya ada satu dokter spesialis anak, padahal penduduknya mencapai 700.000 jiwa.
Penduduk Sumatera Utara sekitar 12 juta jiwa, yang 40 persennya adalah anak-anak. Dengan demografi seperti itu, kata Guslihan, Sumatera Utara butuh sedikitnya 300 dokter spesialis anak.
Menurut dia, minimnya dokter spesialis anak di daerah itu karena tidak ada regulasi yang mengharuskan mereka untuk mengabdi di daerah-daerah. Akibatnya, banyak dokter anak yang cenderung membuka praktik di perkotaan.
”Penyebaran dokter spesialis anak itu tidak hanya tanggung jawab IDAI, tetapi juga tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.
Ketua Pengurus Pusat IDAI Badriul Hegar menambahkan, IDAI belum bisa berbuat banyak untuk menciptakan pemerataan dokter spesialis anak tersebut. ”Kami baru bisa sebatas memberi penghargaan bagi dokter spesialis anak yang ada di daerah terpencil. Ini untuk merangsang
Ia mengatakan, minimnya dokter spesialis anak tersebut berdampak serius bagi anak. Salah satunya adalah tingginya kematian bayi yang baru lahir, yakni 34 jiwa per 1.000 kelahiran. Pada tahun 2015, IDAI menargetkan angka itu bisa menurun menjadi 23 kematian bayi per 1.000 kelahiran
Dia juga mengimbau kepada pemerintah daerah agar mengalokasikan dana yang cukup untuk kesehatan anak. Ini disebabkan, bila anak sebagai generasi penerus tidak mendapat pelayanan dan penanganan kesehatan secara memadai, akan lahir generasi yang tidak sehat.