Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Serius Tangani Pendidikan SLB

Kompas.com - 23/02/2010, 12:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Perhatian pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan inklusi dan sekolah luar biasa (SLB) masih jauh dari harapan. Terbukti, jumlah tenaga pendidik masih kurang berimbang dengan jumlah siswa yang ada.

Hal itu diakui oleh Kepala SLB Ar-Rahman, Jakarta Selatan, kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (23/2/2010). "Jelas sangat kurang berimbang, khususnya di DKI Jakarta yang selama ini ada guru bantu untuk inklusi dan SLB, tetapi banyak yang belum juga diangkat sehingga selalu saja sekolah kekurangan guru," ujar Parto.

Dia mengatakan telah terjadi ketimpangan guru di DKI Jakarta dan provinsi lain. Parto menuturkan, guru bantu SLB di provinsi lain diangkat, sedangkan di DKI Jakarta tidak.

"Mereka masih guru honor, bahkan kini gajinya diputus sehingga sekolah yang terpaksa membuat kebijakan sendiri untuk menggaji," tambahnya.

Parto menyebutkan, masih ada sekitar 157 guru bantu untuk SLB di DKI Jakarta yang belum diangkat. Kata dia, di daerah lain tidak ada PTT, sedangkan di DKI ada.

"Tapi yang diangkat itu malah PTT, karena menurut Pemda DKI yang seharusnya mengangkat guru bantu itu pemerintah pusat dengan alasan tidak ada payung hukumnya. Lalu, kenapa di provinsi lain diangkat?" ujar Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Luar Biasa (K3S) DKI Jakarta ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, menurut Mendiknas Mohammad Nuh di sela kunjungan kerjanya memantau SLB di Cirebon dan Kuningan, Senin (22/2/2010), jumlah tenaga pendidik di SLB jauh lebih sedikit dibandingkan banyaknya siswa. Perbandingannya, kata Mendiknas, satu berbanding empat. Artinya, satu guru mendidik lebih dari empat siswa berkebutuhan khusus. Padahal, untuk mendidik mereka dibutuhkan keterampilan dan kesabaran yang lebih besar.

Berdasarkan data sementara Direktorat Pembinaan SLB Kemdiknas, jumlah tenaga pendidik SLB (pegawai negeri sipil ataupun swasta) hanya berkisar 16.000 orang, sedangkan siswa SLB di seluruh Indonesia mencapai 75.000 orang.

Sebaliknya, angka partisipasi kasar (APK) anak-anak usia sekolah yang berkebutuhan khusus juga masih rendah, hanya 20-25 persen, dari total 347.000 anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, setiap daerah perlu memberikan perlakuan khusus kepada kelompok itu dengan cara menyediakan dan mengoptimalkan lembaga pendidikan untuk penyandang cacat.

"Jadi, memang jelas sangat tidak berimbang. Pemerintah masih kurang serius menangani hal ini," ujar Parto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com