Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampus, Benteng terhadap Plagiarisme

Kompas.com - 12/03/2010, 13:23 WIB

Rencana pemerintah menerbitkan peraturan menteri untuk mencegah plagiarisme di perguruan tinggi mengembuskan harapan untuk perbaikan kualitas pendidikan. Kemungkinan dicantumkannya sanksi pidana jelas membuat calon pelaku plagiarisme berpikir ulang.

Kalangan kampus sudah mempunyai mekanisme untuk mencegah plagiarisme. Mereka sepakat dan mendukung niat pemerintah. Namun, kehadiran aturan itu nanti jangan "diandalkan" kampus. Dengan kata lain, kampus harus tetap menjadi benteng pertama mencegah plagiarisme.

Sayangnya, dunia pendidikan tinggi Indonesia tersentak ketika beberapa waktu lalu dua calon guru besar perguruan tinggi swasta terindikasi melakukan plagiarisme dalam karya ilmiahnya. Peristiwa itu tak hanya menyorot ke kampus bersangkutan. Masyarakat bisa dan berhak bertanya-tanya tentang kredibilitas kampus lain untuk urusan jiplak-menjiplak ini.

Dalam jumpa pers di sela-sela acara pertemuan koordinasi Majelis Guru Besar (MGB) dan Dewan Guru Besar (DGB) dari enam perguruan tinggi badan hukum milik negara (BHMN) di UGM, Kamis (11/3), plagiarisme menjadi salah satu topik yang hangat dibahas.

Hadir pada acara tersebut Janulis Purba (Ketua Dewan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Justin A Napitupulu (Ketua Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara), Endang Suhendang (Ketua Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor), Suryo Guritno (Ketua Majelis Guru Besar UGM), Biran Affandi (Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia), dan Harijono A Tjokronegoro (Ketua Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung).

Cegah dari kampus

Suryo mengutarakan, kehadiran peraturan Kementerian Pendidikan Nasional untuk mencegah plagiarisme disambut positif. Namun, ia lebih merasa kampus harus bisa mencegah plagiarisme. "Setiap kampus sudah mempunyai kode etik akademik, yang jelas pedoman moral bahwa sebuah karya harus dihargai," ujar Suryo.

Sementara Endang mengemukakan, plagiarisme merupakan pelanggaran terhadap etika yang tidak tertulis. Hukuman bagi mereka yang melakukan plagiarisme memang baru sebatas dicopot dari jabatan dan ditunda kenaikan jabatannya. Namun, itu sudah sanksi berat. Tanggung jawab dan kredibilitas lembaga pendidikan dipertaruhkan di sini.

"Plagiarisme tak bakal terjadi jika pengawasan antardosen berjalan bagus, demikian juga pengawasan dari internal kampus. Sebab, antardosen tentu akan saling mencermati karya ilmiah yang dibuat," ujar Endang.

Sebenarnya, menurut Biran, plagiarisme juga ikut dipupuk dan ditumbuh-suburkan di tengah masyarakat. Biran memberi contoh dari kebiasaan membeli kaset bajakan, mengopi buku dan novel, bahkan mencomot tulisan orang begitu saja. Tidak ada yang terlihat mempermasalahkan hal tersebut.

Biran benar, jika menyoal plagiarisme, tentu harus melihat masalah secara keseluruhan. Plagiarisme tak hanya terjadi begitu saja, tetapi ada pemicunya yang dipelihara dan "diwariskan" dari generasi ke generasi. Jadi, urusan plagiarisme bukan hanya tanggung jawab kampus, tetapi generasi. (PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com