Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Leiden Dia Berada

Kompas.com - 30/03/2010, 01:13 WIB

Cerpen Yessy Greena W Purba

Hampir tiga bulan berlalu, Trey tidak pernah lagi mengirim email untukku. Setiap pagi ketiga menyalakan komputer dan membuka email, terus terang di hati ini ada harapan, siapa tahu Trey mengirim email. Ya, memang hanya sebuah email, hanya beberapa baris kata yang mungkin kelihatannya sepele dan tak berguna. Tapi entah mengapa, barisan-barisan kalimat itu sepertinya menghadirkan sesuatu yang lain di hatiku, sesuatu yang terasa damai, nyaman dan…menyenangkan.

Email dari Trey biasanya hanya menceritakan tentang kegiatannya sehari-hari, atau tentang kota di mana dia kini sedang tinggal, di Leiden, sebuah kota di Belanda – negeri yang sejak kecil kuimpikan. Tak jarang dia mengirimkan poto-poto jika ada acara-acara yang dihadirinya. Pernah juga Trey mengirimkan puluhan poto bunga Tulip, poto yang sengaja diambil di taman tulip untukku. Waktu itu Trey berjanji, suatu hari nanti dia akan memberiku setangkai tulip biru.  Bukan gambar atau poto, tapi setangkai tulip biru yang nyata.

Aku pernah merasa ketergantungan dengan email Trey, seperti kecanduan pada narkoba. Setiap hari aku dan Trey bisa saling berbalas email hingga beberapa kali. Apapun yang kulakukan akan kuceritakan pada Trey, apapun yang kurasakan akan kutumpahkan pada Trey. Trey seperti diari hidup waktu itu, diari yang bisa memberikan respon. Diari yang bisa memberikan nasehat dan masukan-masukan untuk setiap masalahku. Dalam kesendirianku, kehadiran Trey  memang seperti oase di padang gurun yang tandus.

Aku pernah mengagumi Trey, dulu di jaman masih kuliah dulu. Trey adalah sosok yang sangat mengagumkan, aktivis kampus berotak encer dan sangat perduli dengan siapapun. Dulu aku pernah hampir dekat dengan dia, tapi kesibukannya dan kemudian kepindahannya ke Bandung membuat aku dan Trey jarang berkomunikasi dan bahkan akhirnya tidak pernah saling kontak. Pelan-pelan Trey mulai hilang dari hatiku, tapi tidak sepenuhnya. Sisa-sisa kekagumanku masih tetap melekat di dinding-dinding sukmaku. Hingga akhirnya tanpa sengaja akhirnya aku bertemu lagi dengan Trey, walau hanya di dunia yang semu. Undangan pernikahan Lazary yang dikirim lewat email mempertemukan aku dengan Trey. Walau tidak bisa hadir di pernikahan Lazary yang diadakan di Australia, tapi pernikahan Lazary –sahabat kami ternyata telah mampu mempertemukan aku dan Trey.  Lazary memang mengirimkan email ke hampir semua teman-teman. Dan pada waktu aku membalas mengucapkan selamat dan mohon maaf tidak bisa hadir, di atas emailku Trey juga membalas mengucapkan hal yang sama. Dan setelah itu dia mengirim email untukku. Sekedar menanyakan kabar. Itulah awalnya.

Trey ternyata sudah tinggal di Leiden sejak dua tahun yang lalu, melanjutkan studi di Universiteit Leiden. Trey ternyata sudah menjadi seorang dosen, dan studi yang sedang dijalaninya di Leiden adalah beasiswa dari tempat dimana dia bekerja. Trey memang pintar, sampai sekarang aku masih selalu mengaguminya. Trey tinggal di Leiden, sebuah kota kecil di negeri Belanda yang berpenduduk sekitar 117 ribu jiwa, berjarak sekitar 36 kilometer dari Rotterdam dan hampir setengah jam perjalanan jika ditempuh dengan kereta.

Hari-hari membosankan mulai berwarna sejak kehadiran Trey. Cerita-cerita Trey tentang negeri Belanda, membuatku semakin ingin segera kesana. Trey pun menyemangatiku, memberiku informasi-informasi tentang beasiswa yang tersedia di beberapa universitas di negeri kincir angin itu. Trey tak pernah bosan bercerita tentang Belanda. Tentang keindahan negeri Belanda. Trey bercerita tentang  kerapihan,  keteraturan, keindahan, kenyamanan kota-kota di Belanda. Berbeda sekali dengan keadaan di Jakarta yang semrawut, macet dan banyak polusi. Di sana juga jarang ditemukan bangunan-bangunan tinggi, yang banyak hanya bangunan-bangunan kecil tapi dengan keindahan arsitektur yang luar biasa. Trey juga bercerita tentang kebiasaan penduduknya yang kemana-mana bersepeda, tidak seperti di Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor setiap hari semakin bertambah, menambah kemacetan dan polusi. Kredit-kredit sepeda motor membuat orang lebih mudah mendapatkan motor dengan dana terbatas.

Trey juga seorang pendengar yang baik. Setiap masalahku selalu ditanggapinya dengan masukan-masukan yang berguna.  Aku juga selalu berusaha memberikan masukan jika Trey bercerita tentang masalahnya. Dan terkadang aku iseng, jika Trey bercerita tentang kerinduannya pada masakan Indonesia, aku akan mengirimkan gambar makanan itu untuknya. Nasi uduk,, gado-gado, tongseng, sayur asem, sayur lodeh, gudeg, baso dan rendang adalah  makanan kesukaan Trey. Itulah sebabnya Trey selalu menantikan bulan Mei. Karena setiap bulan Mei ada pasar malam yang biasa disebut pasar malam tong-tong orang-orang melayu, terutama Indonesia di Den Haag.  Disana Trey bisa mendapatkan makanan-makanan Indonesia kesukaannya.

Trey juga pernah bercerita tentang tenaga kerja di Belanda. Waktu itu aku sedang bercerita tentang penghasilanku sebagai pegawai kantoran biasa  yang tak seberapa.  Di Leiden, mencuci piring di restoran satu jam dibayar kurang lebih  7,3- 9 euro atau sama dengan Rp. 87.600 - Rp.108.000. Kalau bekerja  kurang lebih.sepuluh jam sehari bisa membawa pulang uang Rp. 876.000 - Rp. 1.080.000. Di Indonesia, ini sama dengan gaji sebulan karyawan fresh graduate berijazah S1, dengan jam kerja 42 jam seminggu.

Trey memang menceritakan banyak hal dan entah kenapa aku selalu senang membacanya. Padahal tak jarang Trey bercerita tentang hal-hal yang biasanya kuanggap membosankan. Cerita Trey tentang sekali kunjungannya ke Amnesty International di Amsterdam. Amnesty International  adalah lembaga pejuang hak asasi manusia terbesar di dunia dengan kurang lebih dua juta anggota seluruh dunia yang bermarkas pusat di London tetap menarik buatku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com