Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PTN Minta Otonomi

Kompas.com - 09/04/2010, 10:38 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Kendati Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), perguruan tinggi negeri tetap mengharapkan adanya otonomi dalam pengelolaan keuangan, akademik, sumber daya manusia, dan aset. Untuk itu, Menteri Pendidikan Nasional dapat menerbitkan peraturan baru sebagai payung hukum.

"Tidak ada Undang-Undang BHP, tidak menjadi masalah. Tetapi, otonomi perguruan tinggi negeri (PTN) diharapkan tetap diberikan, baik melalui peraturan pemerintah atau peraturan Menteri Pendidikan Nasional," kata Ketua Majelis Rektor PTN se-Indonesia Prof Haris Supratno, Kamis (8/4/2010) di Surabaya.

Pengajuan UU BHP awalnya hanya untuk memberikan otonomi kepada perguruan tinggi negeri. Namun, DPR kemudian meminta UU BHP diberlakukan pada semua institusi pendidikan sampai tingkat dasar dan perguruan tinggi swasta.

Akibatnya, yayasan pendidikan swasta yang merasa dirugikan mengajukan uji materi. Kendati demikian, otonomi jelas diperlukan perguruan tinggi negeri supaya lepas dari tekanan birokrasi.

Karena itu, berdasarkan hasil pertemuan semua rektor PTN se-Indonesia, kata Haris, Menteri Pendidikan diharapkan mengambil pasal-pasal yang menguntungkan PTN. Semua itu sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Haris, yang juga Rektor Universitas Negeri Surabaya, mencontohkan, Menteri Pendidikan Nasional bisa menerbitkan Peraturan Mendiknas yang memberikan kewenangan kepada rektor PTN untuk membuka atau menutup program studi tertentu dengan tetap mementingkan kualitas. Demikian juga untuk perekrutan sumber daya manusia sepanjang PTN menjaga akuntabilitasnya.

Saat ini, terdapat 23 PTN yang berstatus badan layanan umum (BLU) sehingga memiliki otonomi dalam pengelolaan keuangannya. Untuk perguruan tinggi swasta, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya Tatik Suryani mengatakan, otonomi dalam pengelolaan perguruan tinggi memang diperlukan.

BHP, menurut Tatik, sulit diterapkan untuk perguruan tinggi swasta. Sebab, salah satu syaratnya anggaran dari mahasiswa hanya 30 persen. Sementara umumnya perguruan tinggi swasta mendapatkan hampir 100 persen anggaran dari mahasiswa.

Hargai perbedaan

Secara terpisah, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IV Jawa Barat-Banten Abdul Halim Hakim di Bandung mengatakan, perguruan tinggi swasta meminta payung hukum untuk perguruan tinggi menghargai perbedaan karakter setiap perguruan tinggi. Penyeragaman aturan hanya akan menghambat perkembangan penyelenggaraan pendidikan perguruan tinggi di Indonesia.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Jawa Barat-Banten Didi Turmudzi mengharapkan, payung hukum yang baru tidak membuat jurang perbedaan antara perguruan tinggi swasta dan negeri. Keduanya harus diberdayakan untuk meningkatkan kualitas, tidak sekadar memeratakan kesempatan mendapatkan hak pendidikan.

"Di samping itu, otonomi perguruan tinggi juga harus tetap dihargai dan tetap dipertahankan," kata Didi.

Elfindri, Koordinator Kopertis X Wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi, mengatakan, pemerintah mesti tetap memperjuangkan hal-hal baik yang didambakan perguruan tinggi yang sebenarnya ada dalam UU BHP.

Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, Presiden sudah menugaskan dirinya untuk melakukan rapat terbatas terkait pembatalan UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi. Selain itu, Presiden juga menugaskan diri Mendiknas untuk segera menyelesaikan rencana penataan ulang perguruan tinggi.

Pembenahan dalam sistem pendidikan tinggi itu mengacu pada orientasi untuk memberikan layanan pendidikan yang tersedia dan terjangkau bagi semua kalangan, tidak diskriminatif, serta ada jaminan kualitas.

(INA/CHE/HAR/ELN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com