Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cewek Manis Juara UN Tak Bisa Kuliah

Kompas.com - 26/04/2010, 08:34 WIB

JEMBER, KOMPAS.com — Dina Bakti Pertiwi (18) tak pernah menyangka akan menjadi juara dengan nilai tertinggi ujian nasional untuk program IPS se-Jawa Timur. Tidak hanya Dina, keluarganya pun tak percaya. Namun, kegembiraan itu kini berubah menjadi beban. Pasalnya, siswi SMAN 1 Jember ini terancam tak bisa kuliah karena tidak ada biaya.

Dina memang mempunyai rekam jejak sebagai sang juara di kelas dan sekolahnya. Menjadi juara sekolah sudah biasa disandang remaja kelahiran 22 Desember 1991 itu sejak duduk di bangku SD dan SMP.

“Tetapi, kali ini benar-benar tidak menyangka. Kaget waktu diberi tahu teman-teman yang melihat pengumuman di internet. Katanya saya juara satu se-Jatim. Saya malah tidak tahu,” kata Dina saat ditemui Surya di rumahnya, Jalan Letjen Suprapto IX/22, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur, Minggu (25/4/2010).

Dina meraih nilai tertinggi UN untuk program IPS, yakni 54,75, atau rata-rata nilai 9 untuk tiap-tiap mata ujian. Dia baru secara resmi menerima pengumuman hasil UN tersebut dari sekolah hari Senin (26/4/2010) ini.

Mengobrol dengan remaja satu ini amat menyenangkan. Teman bicaranya akan tertulari nada optimistis dan semangat saat ia berbicara. Dia juga tetap semangat ketika disinggung perekonomian keluarganya yang cupet setelah ayahnya, M Syafi’, meninggal hampir dua tahun silam. “Wah, harus tetap optimistis meski ekonomi keluarga pas-pasan. Sekarang juga lagi nyari cara agar saya nanti bisa kuliah,” kata anak ketiga dari lima bersaudara ini.

Cewek hitam manis ini kemudian menceritakan keinginannya setelah lulus SMA. Dia punya dua pilihan untuk kuliah nanti, yakni memilih Fakultas Ekonomi Universitas Jember melalui jalur PMDK atau Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Jakarta. Namun, untuk masuk melalui jalur PMDK, keluarga Dina harus menyediakan uang Rp 6.750.000. Angka yang terbilang besar bagi keluarga itu. “Angka segitu, besar sekali. Kami jelas tidak akan mampu,” ujarnya.

Dia sebenarnya ditawari pihak sekolah untuk mengikuti progam Bidik Misi Kementerian Pendidikan Nasional yang menyediakan beasiswa penuh bagi mahasiswa berprestasi dan berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, Dina dengan terpaksa tidak memilih program itu karena sebenarnya dia ingin kuliah di STAN.

“Kalau saya ikut Bidik Misi, sampai lulus saya harus kuliah di tempat kuliah awal saya. Tetapi dengan ikut PMDK, saya masih bisa ikut tes lain, seperti ikut STAN,” ujar Dina.

Dina memang berharap bisa masuk STAN. Selain karena kecintaannya pada akuntansi dan manajemen keuangan, dia juga melihat masa depan lulusan STAN lebih pasti. Apalagi, Dina sangat menyadari kondisi keuangan keluarganya.

Andaikata diterima di STAN saja, Dina juga masih coba berpikir keras bagaimana caranya bisa survive sebab, meskipun biaya kuliah di sekolah tinggi berikatan dinas itu gratis, biaya buku dan indekos tetap ditanggung mahasiswa. Padahal, biaya indekos di Jakarta ditambah anggaran beli buku tentu tidak murah.

Dari dua kakak Dina, yang pertama, Doni, kemampuan ekonominya juga terbatas karena sehari-hari hanya bekerja di usaha mebel. Sementara kakaknya yang kedua menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura dan bersuamikan warga negara Malaysia.

Ibunya, Tri Hartini, kini menjadi orangtua tunggal yang harus menghidupi tiga anaknya yang masih sekolah. Dua kakak Dina sudah menikah.

Meski ekonomi pas-pasan, Hartini sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi tiga anaknya yang masih sekolah. “Saya ingin tiga anak saya ini bisa sekolah tinggi. Ya saya harap ada donatur yang bisa membantu biaya sekolah anak saya,” ujar Hartini, yang sehari-hari berjualan nasi pecel dan juga menjadi pembantu di rumah tetangganya.

Saat SMA lalu, Dina mempunyai donatur yang membiayai sekolahnya sejak kelas dua. Yayasan Ad-dhuha Jember yang mencarikan donatur untuknya. Sementara dua adiknya mendapat keringanan biaya pendidikan dari sekolah masing-masing.

Meski telah mendapat keringanan biaya sekolah. Hartini tetap harus pontang-panting mencari uang untuk menafkahi tiga anak dan ibu kandung Hartini yang tinggal bersamanya. Dulu, sebelum Dina mendapatkan donatur, Hartini harus menggadaikan barang-barang di rumahnya untuk melunasi SPP Dina agar bisa ikut ujian.

“Ya sekarang juga mau nyari donatur dan semoga ada yang membantu biaya awal kuliah saya. Kalau sudah kuliah, saya akan mencari beasiswa dan siap kerja sampingan untuk nambah biaya kuliah agar tidak memberatkan ibu,” kata Dina.

Dina mengaku tidak risi ketika harus bekerja saat kuliah nanti. Apalagi, semenjak SMA dia sudah mencari uang saku sendiri, antara lain dengan cara memberikan les tambahan untuk teman sekelasnya. “Hasilnya lumayan untuk uang saku dan biaya les sebelum unas (ujian nasional),” ujarnya.

Dina memang hanya bisa mengikuti les yang berbiaya murah, seperti les dari guru sekolahnya. Dia tidak mampu mengikuti les di tempat bimbingan belajar, seperti kebanyakan murid SMAN 1 Jember. “Lha wong biayanya jutaan, jelas tidak mampu. Saya cukup les yang biayanya Rp 40.000 per bulan,” imbuhnya.

Meski murah, les tersebut sangat berarti baginya. Apalagi ditunjang dengan kecerdasan yang dia miliki, nilai tertinggi UN itu seakan menjadi penebus bagi penyuka mata pelajaran Matematika itu. “Pokoknya optimistis, nyantai aja, dan berusaha. Kemarin saja sebelum Unas, HP saya hilang, tetapi tidak saya pikir banget dan dibawa nyantai saja. Jadinya gak ganggu konsentrasi saat Unas,” tukas cewek yang suka nyanyi dan jalan-jalan itu.

Bantuan provinsi
Mendapati informasi bahwa salah satu siswa peraih nilai UN tertinggi di Jatim berasal dari keluarga tidak mampu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Suwanto memberikan instruksi tegas kepada jajaran dindik kabupaten/kota untuk melakukan pendataan. “Kirim data siswa berprestasi dari keluarga miskin ke dinas pendidikan provinsi. Segera,” demikian instruksi yang diberikan Suwanto saat menjawab pertanyaan Surya, Minggu (25/4/2010) malam.

Mantan Kadis Infokom Jatim itu menambahkan, Dindik Jatim akan mengusulkan para siswa berprestasi itu untuk mendapatkan beasiswa Bidik Misi di perguruan tinggi negeri (PTN). Dindik Jatim juga menjanjikan akan membantu siswa berprestasi dari keluarga miskin untuk bisa mendapatkan beasiswa khusus yang dianggarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional meskipun beberapa PTN saat ini telah menutup proses pendaftaran jalur beasiswa bidik misi (BBM).

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa PTN di Jatim, khususnya di Surabaya, telah menutup jadwal pendaftaran program BBM. ITS, Unesa, dan IAIN Sunan Ampel telah menutup pendaftaran dan tengah melakukan proses seleksi untuk segera mengumumkan calon mahasiswa yang berhak menempati kuota BBM. Adapun Unair sudah menutup jadwal pendaftaran calon mahasiswa BBM, tetapi proses seleksi calon mahasiswa BBM Unair akan dijalankan melalui SNMPTN.

Program BBM sebenarnya telah disosialisasikan dan dibuka pendaftarannya sejak Februari lalu. “Saya minta dinas kabupaten/kota bisa lebih aktif mendata siswa berprestasi dari keluarga miskin karena pada prinsipnya kami akan membantu mereka,” tegas Suwanto. (sri wahyunik/dyan rekohadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com